Sedikit saya coba bandingkan blog dan jurnalisme. Kalau berbicara tentang iklan dalam jurnalisme, saya jadi ingat dengan salah satu buku yang pernah saya baca. Buku antologi liputan mendalam dan memikat yang berjudul "Jurnalisme Sastrawi' yang ditulis oleh Pantau. Dalam sebuah pengantar yang ditulis oleh Andreas Harsono dalam buku tersebut disinggung sekilas katanya jurnalisme di negara kita tidak sebaik di negara Thailand. Apa pasalnya? Karena di media negara kita tidak mengenal apa itu byline serta firewall. Byline adalah penyebutan nama si penulis cerita pada awal suatu laporan jurnalistik dan firewall adalah garis tipis yang dicetak di antara semua iklan dan semua berita sebagai simbol bahwa iklan dan berita tak boleh dibuat samar.
Masih menurut Andreas Harsono dalam buku tersebut, sedikit sulit untuk membedakan pada media kita mana yang iklan dan mana yang tidak karena iklan campur-aduk dengan muatan redaksional. Disebut Advertorial, gabungan kata Advertisement dan Editorial dan wartawan kita lebih dianggap kuli daripada orang kreatif, katanya.
Dalam bisnis online pun juga hampir sama agar iklan dan artikel tidak terlihat samar maka ada etika-etika atau rambu-rambu yang perlu kita perhatikan dalam kaitannya pasang iklan di blog. Kalau Anda pernah membaca beberapa TOS (Term of Service) perusahaan PPC (pay-per-click) di internet seperti Google Adsense misalnya maka disitu banyak disebutkan larangan-larangan yang tidak boleh Anda lakukan dalam kaitannya pemasangan iklan di blog Anda.
Berikut adalah secara umum etika yang benar dalam memasang iklan di blog:
- Memberikan tanda subtitle atau judul yang jelas pada sebuah iklan. Contoh jika iklan Anda dipasang di sidebar dan jenisnya PPC atau banner misalnya, berilah judul atau keterangan yang menyatakan kalau itu sebuah iklan atau advertisement dan jangan malah dibuat sengaja dengan mengaburkannya dengan tulisan seperti Related artikel atau apalagi memerintah seperti menyuruh agar diklik.
- Jika Anda juga main Paid Review di blog Anda, bedakan postingan Paid Review-nya dengan memberi kategori yang berbeda seperti Advertorial, Paid Review, atau keterangan lain yang menyebutkan bahwa itu iklan sehingga menjadi jelas kalau posting tersebut memang sebuah iklan, bukan artikel Anda.
- Berikan border pembatas antara iklan dan artikel postingan. Pada iklan seperti adsense misalnya tak jarang sengaja disisipkan ditengah-tengah artikel atau diantara posting artikel. Nah, agar bisa dibedakan antara iklan dan artikelnya, sebaiknya diberi border di batas iklannya.
Sekarang pilihan terserah dan kembali kepada Anda. Apa ingin menjadi blogger kolumnis atau menjadi blogger komersial yang menulis semata-mata hanya demi uang belaka? Semua saya serahkan sepenuhnya kepada Anda untuk memilih.
tulisan yang sangat menarik.. jujur selaku blogger baru sampai saat ini saya masih bingung dalam menentukan pilihan..
BalasHapusawalnya ingin sbg blogger kolumnis yang menyajikan info kepada umum tapi lama-lama juga mengarah ke komersial...
Yang penting mau berbagi. Itu saja :)
BalasHapusNamun, bisa mendapatkan uang dari kegiatan berinternet adalah nilai tambah.
tergantung diblog saya yang mana...ada yang kolumnis...tapi ada juga yang komersil
BalasHapusTutorial Admob: Menjadi blogger kolumnis memang tidak mudah ditengah banyaknya godaan yang mau memberikan uang kepada kita di internet.
BalasHapusMardianto: Berbagi dan harus memberi dulu, Mas. Uang, anggap aja sebagai bonus, bukan tujuan utama kita ngeblog.
bukan facebook: Idealnya memang seperti itu, Mas. Dibedakan blognya atau kalau nggak ya beri batas yang jelas dan tidak mengaburkan antara editorial dan iklannya. Saya juga punya beberapa blog yang lain, yang memang saya buat khusus untuk nyari uang di internet.
Di HONcode, etika blog kedokteran, jelas disebut untuk tidak mengecoh pengguna. Jadi mesti dibedakan antara konten advertorial dan editorial. Tapi, apakah semua konten advertorial boleh/mau ditandai sesuai dengan label tertentu etika?
BalasHapusKalau bicara Etika, bukan boleh atau tidak boleh. Etika lebih ke arah sopan santun atau Tata Krama, Mas Dani. Dan idealnya, seperti kata Mas Dani agar tidak mengecoh maka sebaiknya ditandai atau diberi label tertentu yang membedakan. Dan saya lihat pada Media besar seperti Kompas sudah melakukan ini di websitenya.
BalasHapusItulah yang aku rasakan mas, sepertinya asik untuk bisa memasang Adsense tepat di tengah posting. Tapi ternyata justru aku malah ngga sreg dengan hal itu, rasanya kumuh. Akhirnya aku buat line sendiri diatas posting melalui CSS sehingga hasil yang ada seperti sekarang ini. Yap dan aku rasa sekarang lebih bersih dan sopan. Btw, utk artikel sebelumnya mungkin msh ada iklan ditengah artikel dikarenakan malas nghapusnya terlalu banyak. hehe
BalasHapusSampai skrg saya blm menemukan jawaban yg pas,apakah orang meng klik iklan itu sengaja atau tidak, hal ini erat kaitannya dgn etika yg diuraikan mas joko, prosentase tidak sengaja klik iklan lebih tinggi di banding sengaja klik. Pemasang iklan yg tepat lokasi menurut saya adalah bagian dari Social Engineering.
BalasHapusEldo Arfendika P: Alasan kumuh ini juga menjadi salah satu alasan saya, Mas Eldo, disamping karena alasan earningnya yang memang tidak terlalu significant karena contentnya dalam bahasa Indonesia.
BalasHapusMas Lintang: Kalau saya berpendapat, intinya jangan ada yang dirugikan, Mas. Yaitu antara advertiser dan publishernya idealnya sama-sama untung. Biarlah klik terjadi secara alamiah karena pengunjung yang memang tertarik ngeklik karena tertarik dg muatan iklannya, bukan karena dari bloggernya yang nyuruh2 klik atau mengkondisikan agar dipaksa ngeklik
thank you for visiting my blog (soale gak ada bahasa Indonesia yang pas untuk kalimat di atas hehehe)
BalasHapussaya gak pernah jadi kolumnis, kadang disebut komuni* hahaha..
namanya juga blog gado2..
Mas Hengky: Terima kasih Mas Hengky bersedia mampir. Blog ini juga gado-gado, kok Mas, tak punya tema spesifik. He...He...
BalasHapus