Saat mendiang pelawak Basuki masih hidup dalam suatu kesempatan pernah mengatakan kalau main sinetron di Si Doel Anak Sekolahan sangat menyenangkan. Beda sekali dengan saat dia masih manggung melawak di Srimulat dulu, katanya. Di sinetron Si Doel semua crew filmnya saling support satu sama lain untuk menguatkan karakter masing-masing pemainnya. Ini berbeda seperti di Srimulat yang katanya masing-masing pelawak berusaha ingin tampil menonjolkan dirinya sendiri-sendiri, berusaha memikat hati para penontonnya. Itu tuturnya dalam sebuah kesempatan wawancara di sebuah stasiun televisi swasta yang masih saya ingat hingga sekarang.
Itu tentang cerita Basuki, lantas apa ada hubungan cerita Basuki tersebut dengan tulisan saya kali ini? Hubungannya ada karena di internet atau lebih spesifiknya dalam dunia blogosphere, Anda akui atau tidak, masing-masing blogger berusaha agar eksistensinya dilihat dan diakui oleh blogger lain seperti dalam cerita Basuki di Srimulat tersebut. Betul tidak?
Lupakan dulu cerita tentang Basuki sejenak, kali ini saya ingin bercerita tentang perkomentaran dan diskusi di dalam sebuah blog, yang entah kenapa akhir-akhir ini banyak sekali diulas para sahabat blogger di blognya. Kalau Anda menyebut tulisan ini sebagai ikut-ikutan, monggo saya tak menampiknya.
Namun jujur, saya tak berniat hendak ikut-ikutan tetapi gara-gara tulisan-tulisan tersebut saya jadi ingin menarik sebuah kesimpulan begini: Menjadi blogger ternyata tak mudah. Mengapa tak mudah? Tak mudah karena idealnya seorang blogger harus bisa memadukan dan menghindari 3 Alasan Mengapa Saya Harus Berhenti Ngeblog ini agar Anda bisa diterima, bisa memuaskan semua pihak, dan tentu yang terpenting tidak menyakiti hati blogger lain.
Apa saja ketiga alasan tersebut yang perlu dihindari oleh seorang blogger? Jawabnya, di dalam ngeblog setidaknya Anda pasti melakukan ketiga unsur ini: Menulis posting, membalas komentar dan blogwalking meninggalkan komentar di blog blogger lain. Berikut mari kita ulas dan diskusikan bersama satu persatu:
1. Menulis Artikel Yang Kurang Sejuk
Kegiatan utama dari ngeblog adalah menyampaikan pendapat dengan menulis artikel atau menyajikan content di blog. Difinisi apa itu artikel rasanya tak perlu saya jelaskan lagi. Karena jika Anda seorang blogger saya yakin pasti tahu apa itu artikel yang tentu saja menjadi inti dari content blog Anda.
Dalam sekolah-sekolah menulis sudah banyak diajarkan bagaimana cara menulis yang baik, menarik dan agar bisa enak dibaca oleh orang lain. Namun enak dan menarik saja belumlah cukup kalau tulisan Anda ternyata kurang sejuk dibaca oleh orang lain. Diskripsi tulisan kurang sejuk adalah yang berpotensi memancing kesalahpahaman atau perbedaan pendapat, menyinggung SARA dan menyindir bahkan menghujat pihak-pihak tertentu tanpa adanya sebuah alasan yang jelas dan logis. Ini satu hal yang harus Anda hindari yang pertama.
2. Kurang Menghargai Komentar Blog
Dalam sebuah blog yang dipenuhi banyak komentar dan kebetulan Anda adalah pemilik blognya, saya yakin semua paham kalau Anda tetap adalah tokoh sentral dalam tulisan di blog itu. Namun karena kesentralan ini banyak sekali saya menjumpai arogansi seorang blogger justru di unsur ini. Membalas komentar dengan kata-kata yang kurang sejuk dibaca oleh si komentatornya, berlaku seolah-olah dia sendiri orang yang paling pintar sedunia sehingga kurang menghargai pendapat para komentator atau semua pendapat orang lain selalu dianggap kurang benar. Kalau saya suka menyebut komentar yang jenis begini sebagai Komentar Sceptis. Ciri-cirinya Anda bisa baca pada tulisan saya pada artikel 3 Cara Elegan Memberikan Komentar Kritik Pada Blog.
Contoh lain, tak jarang saya juga menjumpai beberapa blogger yang belum apa-apa tapi sudah menjadi Blogger Sok Seleb dari cara dia menangani komentar ini. Yaitu tak menghargai komentar samasekali atau tidak membalas setiap komentar yang masuk tapi sangat rajin sekali menulis posting hampir setiap hari. Maaf, kecuali jika Anda sudah menobatkan diri sebagai seorang Blogger Seleb bisa saya kecualikan. Ini sikap kedua yang patut harus Anda hindari juga
3. Jangan Meninggalkan Komentar Asal dan Menggurui
Terus terang saya sering salah sangka terhadap blogger lain gara-gara cara dia meninggalkan komentarnya. Terutama pada tipe komentar yang hanya berupa beberapa patah kata atau kalimat pendek yang tak lebih dari satu SPO (subyek predikat obyek) saja. Saya tertipu karena setelah berkunjung ke blognya dan membaca artikel-artikel dia yang amat menarik ternyata dia samasekali tidak mencirikan sebagai seorang spammer ulung yang suka Komentar Asal demi meninggalkan backlink dan mencari trafik demi alasan uang.
Dan sebaliknya, saya juga sering menjumpai komentator yang komentarnya sangat panjang sampai lebih dari beberapa paragraf dalam setiap kali komentar di blog lain. Dan itu belum cukup, masih ditambah lagi dengan beberapa kali komentar lagi yang sampai lebih dari tiga kali yang tujuannya sama, untuk menyampaikan pendapatnya dia. Ini yang saya sebut paling mirip dengan cerita Basuki waktu melawak di Srimulat tadi. Saya justru melihat sebuah keinginan yang arogan ingin mendominasi diskusi atau menggurui daripada sebuah lemparan pendapat diskusi kalau menjumpai komentator seperti itu. Sekali lagi, ini adalah sikap ketiga yang seharusnya juga Anda hindari.
Kesimpulannya: Ketiga sikap pada semua poin diatas inilah yang saya sebut kalau saja kompak kita bisa hindari dan selaraskan secara sinergi semuanya, saya yakin kecil kemungkinan Anda akan ditolak atau dimusuhi oleh blogger lain. Tapi jika tidak, maaf, terpaksa saya mengatakan: Anda cukup pantas untuk berhenti ngeblog sekarang daripada mengganggu ketentraman dan kenyamanan blogger lain.
Seperti prolog dalam cerita fiksi, tulisan ini tak bermaksud untuk menyindir siapa-siapa. Kalau lah ada yang merasa tersindir itu hanya secara kebetulan belaka. Karena sejatinya artikel ini saya tulis untuk saya tujukan buat diri saya sendiri. Tolong ingatkan saya jika saya ternyata masih melakukan ke-3 tindakan yang kurang patut tersebut diatas sehingga saya bisa membenahi diri saya agar lebih baik lagi, supaya saya tidak harus berpisah dengan Anda semua dengan berhenti ngeblog gara-gara menulis artikel ini. Salam blogger!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wah...tulisannya "serem" banget, nih!
BalasHapusSiapa sih Mas orangnya yang gak mau eksis. Bereksistensi adalah manusiawi dan inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya menurut filsafat eksistensialis. Makhluk lain hanya ada. Tetapi manusia, selain ada juga bereksistensi. Hanya manusialah yang bisa eksis! (Jadi bukan hanya operator seluler) hehe...
Alih2 menegaskan kepribadiannya, kesalahan dalam bereksistensi kerap membuat seseorang menjadi manusia2 "menakutkan" seperti Hitler atau Joseph Stalin.
BTW, cerita almarhum Basuki-nya benar-benar relevan dengan isi tulisan. Tidak bisa tidak, saya seperti terhipnotis untuk membaca terus artikelnya hingga usai. Sekali2 memuji gak apa2 kan, Mas? Karena pujian mungkin bisa jadi alasan lain untuk TIDAK berhenti ngeblog. Barangkali...hehehe...
Saya gak bisa berkomentar banyak kali ini.......yang jelas Keep blogging, don't stop blogging, posting terus tulisan-tulisan andalan terobosan Mas Joko seperti ini....
BalasHapus(wah saya ngutip ucapan sobat saya Mas Eldo..he..hee).
Heheh, mungkin saya adalah orangnya..
BalasHapus:)
Kaget aku ketika baca judulnya..., kiraian Mas Joko mo berhenti ngeblog...:)
BalasHapusAnis Fahrunisa:
BalasHapusSerem ya, Mas Anis? Saya juga hampir seperti Sapardji Djoko Damono yang selalu menimbang-nimbang lama puisinya sebelum dipublish kepada publik. Takut ada yang tersindir dan kemudian marah kepada saya.
Yuda:
Terima kasih supportnya, Mas Yuda. Tetap semangat semua. Keep blogging!
ArdianZzZ:
Maaf, Mas Ardian kalau tulisan ini sudah menyindir Anda.
Seperti yang saya bilang saya tak bermaksud untuk menyindir siapa-siapa.
Pujiono Abuzuhasna:
Belum, Mas Puji. Saya belum berniat untuk berhenti ngeblog sekarang.
hehehe
BalasHapusBukan masalah menyindir atau tidak, tersindir atau tidak.
Saya rasa tidak menjadi masalah jika kita ingin mengkritisi sesuatu. Kalaulah saya --atau siapapun-- merasa tersindir itu adalah sebuah kesempatan untuk introspeksi diri menuju yang lebih baik.
:)
ArdianZzZ:
BalasHapus"Merasa tersindir itu adalah sebuah kesempatan untuk introspeksi diri menuju yang lebih baik."
Akh, kata-kata Mas Ardian ini sangat sejuk sekali. Terima kasih.
Kritik menurut saya bagus, bagaimana pun caranya. Yang penting beserta alasannya, bukan sekedar cacian.
BalasHapusBerdasarkan pengalaman saya. Situs-situs desain, umumnya memiliki komunitas yang aktif dan kritis, kesalahan sedikit sering langsung diungkit-ungkit. Bagusnya, kritk mereka logis dan beralasan.
Sebetulnya saya juga berniat menulis artikel tentang cara menerima kritik. Sayang, belum sempat terus.
Pak Joko,
BalasHapustentang eksis, sepertinya dulu saya pernah menulis yang serupa mengenai ciri-ciri blog atau narablog yang sangat ingin eksis, menyembah trafik, atau mengecoh pengguna. Entah yang di dot net atau dot com, lupa... Jawaban pengomentar saya jadikan konten di tulisan tersebut.
Saya mau protes dulu, Pak. Pranala "Komentar Sceptis" dan "3 Cara Elegan Memberikan Komentar Kritik Pada Blog" sudah mengecoh saya karena ternyata alamatnya sama. Walau teks anchor-nya berbeda. :)
Mengenai poin #2. Kurang Menghargai Komentar Blog.
Saya kutip: "Yaitu tak menghargai komentar samasekali atau tidak membalas setiap komentar yang masuk tapi sangat rajin sekali menulis posting (atau bahkan blogwalking---ini tambahan saya saja) hampir setiap hari."
Saya pernah kalap posting dan blogwalking. Terserah ada komentar atau tidak di blog saya. Lha wong borang komentar sudah saya tutup waktu itu. Untuk kutipan di atas, saya biasanya tidak membalas komentar basa-basi. Jika memungkinkan pun, saya berkunjung balik, tapi tidak membalas dengan komentar basa-basi serupa. Bahkan bisa lebih panjang dari ini. Kalau topiknya memang bisa saya komentari.
Untuk poin #3. Jangan Meninggalkan Komentar Asal dan Menggurui.
Terutama yang menggurui. Kalimat "Saya justru melihat sebuah keinginan yang arogan ingin mendominasi diskusi atau menggurui". Ini kembali ke pernyataan eksis di atas.
Apakah dengan anonim bisa bebas dari 'tuduhan' eksis dan mendominasi seperti yang Pak Joko sampaikan?
Apakah dengan menutup form komentar bisa bebas dari 'tuduhan' eksis dan mendominasi seperti yang Pak Joko sampaikan?
Ataukah dengan berusaha menjadi sebodoh mungkin akan bebas dari 'tuduhan' Pak Joko? :)
Maaf, Pak Joko. Saya sama sekali tidak tersinggung dalam hal ini atau pada diskusi mana pun. Tapi saya merasa lebih nyaman ada di sisi yang berlawanan atau dengan sudut pandang berbeda, walau tulisan di suatu konten sudah benar adanya. Menarik melihat lateral thinking dibanding yang lurus-lurus aja. :)
Saya sering menyesal menulis komentar panjang-panjang seperti ini. Harusnya ini sudah bisa jadi bahan posting di blog saya. Hihihihi... :D
Jeprie:
BalasHapusSaya tunggu Mas Jeprie artikelnya nanti yang bahas tentang "Kritik" dan saya juga siap menerima kritikan Anda dari segi desain agar saya bisa belajar bagaimana membuat desain yang baik.
penyembah trafik:
Mas Dani, penjelasan saya mengapa pada anchor teks berbeda tapi linknya sama. Kedua anchor tersebut saya buat samasekali bukan untuk tujuan mengecoh pengguna karena meski berbeda tapi relevansi link bahasannya ada dua-duanya. Namun saya bisa terima masukkannya. Ini koreksi positif buat saya.
2. Untuk komentar basa-basi yang biasanya berupa kalimat pendek umum, saya juga belum menemukan reaksi yang pas apakah dicuekin atau dibalas dengan basa-basi serupa.
3. Kalau anonim bisa dikecualikan. Untuk yang mendominasi komentar ini maksudnya di blog orang lain, Mas Dani. Blog saya rasa tetap blog, bukan forum atau milis tempat seru untuk diskusi sehingga jika suatu topik betapun menarik untuk didiskusikan, biarlah narablognya yang tetap menjadi moderatornya, bukan komentator seperti kita yang berbuat seolah-olah narablognya dengan terus menerus beropini. Itu maksud saya.
Jika suatu topik blog sangat menarik kenapa tidak buat trackbacknya saja? Atau buat posting sendiri sebagai tanggapannya. Saya rasa ini lebih adem atau enak dilihatnya.
Nah, benar kan menyesal jadinya? Harusnya komentar panjang Mas Dani ini dibuat posting sendiri di blog Mas Dani. Anggap saja kita seperti sedang berbalas pantun. He2
Untuk kasus no.3, saya kira kok ya ngga masalah. Walau kadang saya juga menemukan bahkan ada pengomentar lain salah menyebut nama pemilik blognya. Karena si empunya tidak kunjung membalas komentar.
BalasHapusApalagi kini banyak blog dengan multi author. :D
Seperti saat ini, saya lebih suka komentar di topik blog yang menurut saya menarik. Sedang malas menulis di blog sendiri. :)
Untuk poin no. 3 ini sepertinya kita tak bisa sepakat karena cara pandang kita yang berbeda. Tak apa, saya bisa hargai perbedaan ini, Mas Dani.
BalasHapusDari membaca postingan mengapa harus berhenti ngeblog sampai dengan seluruh komentar tidak terasa sudah setengan jam...? dan saya belum bisa menambahkan komentar apapun karena dari keseluruhan komentator begitu kritis dan mendalam sehingga terkesima dan kesimpulannya "peace deh semuanya dan happy blogging Mas Joko"
BalasHapusAgus:
BalasHapusMas Agus mungkin belum baca prolog ini: "Berkomentarlah jika artikel ini menurut Anda menarik dan dirasa perlu ada yang ditambahkan atau dikoreksi pada artikelnya. Jika tidak ada, Anda tak perlu sungkan dengan repot-repot meninggalkan komentar."
Dan tanggapan saya, saya sangat berterima kasih Mas Agus sudah berusaha untuk meninggalkan komentarnya. Usaha yang sangat saya hargai
intinya pd pnulisan yg baik di posting n komentar ya mas?
BalasHapusmnulis dgn beretika..
mkasih pncrahanny!
keren,, keren,, mkasi
BalasHapuskeren mas artikel mas.,
BalasHapus