Sebenarnya ini tulisan lama yang pernah ditulis Rhenald Kasali 5 tahun yang lalu saat selesai merelease buku
"Change!" ke publik. Saya ambil tulisan ini dari salah satu
Forum Alumni Fisip Unpar. Artikelnya cukup menarik. Menarik karena mengulas tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi sebuah perubahan. Menarik karena Rhenald Kasali menyindir fakta secara umum bagaimana rata-rata orang kebanyakan enggan menerima sebuah perubahan. Enggan untuk mau mengakui sebuah realita yang baru di depan kita.
Rhenald Kasali kali ini tak hanya sekedar menyindir kita tapi juga membeberkan contoh-contoh kongkritnya di kehidupan nyata dalam tulisannya ini. Selamat membaca dan semoga Anda bisa lebih siap menerima perubahan setelah membaca tulisan ini.
Menyangkal Realita BaruOleh: Rhenald Kasali Saya mohon maaf harus absen mengisi kolom ini beberapa kali. Sejak buku Change beredar, Saya terpaksa harus mempertanggung-jawabkan pemikiran-pemikiran Saya kepada publik. Banyak kisah nyata tentang perubahan yang Saya temui dan tentu saja ribuan curhat dari mereka yang rela dicaci-maki demi perubahan.
Menjadi Change Maker memang tidak mudah. Surat kaleng, SMS palsu, fitnah, sampai upaya-upaya fisik yang mematikan kerap harus dihadapi. Kepada kelompok ini, Saya hanya bisa mengatakan, Gandhi saja yang wajahnya begitu baik dan perilakunya menyejukkan, mereka bunuh, apalagi Anda yang bukan siapa-siapa.
Persoalan terbesar manusia di era yang berubah ini sebenarnya hanya satu,
yaitu tidak berani menerima realita-realita baru. Sebagian besar karyawan, eksekutif dan birokrat yang Saya temui
masih terbelenggu pada kisah sukses di masa lalu. Mereka berpikir
solusi yang mereka temukan di masa lalu itulah solusi yang sesungguhnya.
Buktinya ada, yaitu
bonus dan kesejahteraan. Makan siang disediakan dan karyawan bisa bergantian memainkan alat musik. Mengapa kita tidak pakai cara yang sama untuk mengatasi masalah hari ini?
Seperti menemui jalan buntu, banyak orang yang tiba-tiba
mulai menggunakan kata "Dulu ......" ketika memulai pembicaraannya untuk mengacu ke masa lalu.
Sinar terang yang menyinari suatu usaha bisa berarti manfaat, tapi juga bisa menjadi mudharat. IBM contohnya, sukses dengan komputer mainframe di tahun 70'an membuatnya menyangkal realita baru pasar PC. Motorola bahkan lebih gawat lagi. Setelah sukses dengan celluler analog, ia menyangkal kehadiran digital handphone dengan melakukan investasi-investasi baru pada bidang analog. Xerox juga sempat terengap-engap saat menyangkal kenyataan munculnya pasar personal-copier yang dirilis Minolta, Canon dan Ricoh. Ensiklopedia Britanica juga menyangkal realita baru membaca buku pintar yang diputar oleh Microsoft (Encarta).
Di Indonesia sendiri ada ribuan pelaku usaha yang juga menyangkal realita-realita baru. Teman-teman di perkebunan teh tengah menyangkal kenyataan bahwa masyarakat dunia sudah mulai minum teh tanpa daun teh sama sekali. Sekarang ini, pergulatan terbesar justru tengah dihadapi universitas-universitas negeri. Ada demikian
banyak realita-realita baru yang bermunculan dan
mereka terus berdebat dengan menggunakan ukuran-ukuran lama untuk menilai hari esok. Mereka menggunakan pengalaman- pengalaman lamanya kala bersekolah yang penuh dengan kesulitan untuk dibingkaikan pada generasi baru yang bergerak dengan cara yang berbeda.
Padahal kepada mereka, Albert Einstein pernah menyatakan,
"the measure of intelligence is the ability to change" (ukuran kecerdasan Anda adalah kemampuan Anda untuk berubah, menerima kenyataan baru).
Sulit dibayangkan dewasa ini masih ada banyak orang yang hidup di jaman kemarin dan dibiarkan terus mengepalai kegiatan untuk membawa organisasi ke masa lalu, tetapi semua ini juga terjadi karena organisasi dibiarkan dikuasai oleh
kalangan "pedalaman" yang sepanjang hari menghabiskan waktunya di dalam kantor tanpa berinteraksi dengan dunia luar sama sekali.
Dalam setiap institusi kita dengan mudah membedakan, mana kalangan "pedalaman" dan mana yang "pesisir". Kalangan pesisir selalu berinteraksi dengan dunia luar, tetapi ia banyak membawa hal-hal baru. Ia lebih mudah menerima fakta-fakta baru. Sebaliknya kalangan pedalaman cenderung
memelihara tradisi. Seorang usahawan senior membisiki Saya, sekarang ini, katanya,
"tradition is a number one killer!". Saya pikir ini ada betulnya.
Catatan Kaki: Apakah Anda sudah siap berubah? Jika Anda tak harus benar-benar berubah, ada baiknya Anda juga perlu
Belajar dengan China bagaimana cara negara China menyikapi sebuah perubahan akibat adanya arus globalisasi di satu sisi, tapi di sisi lain China tetap teguh memegang prinsip dan warisan budayanya. Dan hasilnya, Anda bisa lihat bagaimana kemajuan pesat ekonomi negara China seperti sekarang ini.
Semoga Anda tak bosan membaca artikel kutipan-kutipan saya, sama seperti
Pelajaran Buat Sang Pramugari kemarin, dan juga kali ini lagi-lagi tentang pernyataan Rhenald Kasali. Anggap saja ini posting trilogi tentang Rhenald Kasali. Ngomong-ngomong, barangkali ada yang belum tahu atau Anda ingin mengetahui lebih detil siapa sosok Rhenald Kasali, bisa baca Biografi singkatnya di
sini.