Senin, 31 Januari 2011
Berciuman Pipi Dengan Lawan Jenis, Bagaimana Menurut Anda?
Gitu kira-kira alasan saya kalau ada orang yang bertanya, tak terkecuali barangkali itu Anda. Namun satu hal, ada sisi kontras pada diri saya yang berbeda 180 derajat dengan keadaan ini. Apa itu? Tentang masalah berciuman. Ups, tepatnya bercipika-cipiki dengan orang lain, terutama dengan wanita.
Saya ingin bertanya: Adakah orang yang sama dengan saya, yang merasa tak nyaman kalau harus cipika-cipiki dengan orang lain? Terlebih itu cipika-cipiki dengan orang lain yang berlainan jenis dengan Anda. Atau jangan-jangan yang merasa tak nyaman itu hanya saya sendiri saja? Duh! :(
Jujur, kalau mau saya hitung berapa jumlah orang (wanita) yang pernah bersentuhan pipi dengan saya sepanjang umur hidup saya, rasanya masih amat sedikit. Bisa dihitung dengan jari. Bahkan karena saking sedikitnya saya masih bisa mengingat dengan jelas atau persis satu per satu siapa-siapa saja wanita-wanita itu, yang pernah bersentuhan pipi dengan saya. Bukan apa-apa, karena dalam setiap kesempatan saya memang berusaha menghindarinya untuk tidak cipika-cipiki dengan orang lain. Meskipun lingkungan saya menganggap ini sebagai sebuah kebiasaan yang wajar.
Anda ingin tahu siapa saja wanita yang pernah bercipika-cipiki dengan saya? Pertama, salah satu teman kantor saya di pekerjaan saya waktu di Surabaya dulu. Kedua, seorang wanita yang menjadi atasan saya. Dia adalah seorang direktur di perusahaan tempat saya bekerja. Ketiga, sisanya adalah mantan pacar saya yang jumlahnya juga tak banyak. Untuk istri, anak-anak dan keluarga saya tak masukkan di sini karena tentu saja wajar, kan seorang suami (saya) mencium istri dan anak-anaknya.
Di kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini sepertinya pemandangan dua orang bertemu kemudian saling berangkulan dan cipika-cipiki saat berjumpa saya rasa bukan pemandangan yang asing lagi. Benar, tidak? Justru akan terlihat kaku dan kurang gayeng (akrab) kalau bertemu dan hanya sekedar berjabatan tangan saja.
Sayangnya, saya ini yang merupakan bagian masyarakat modern yang katanyanya metro seksual tapi kenapa tetap kuno, punya perasaan rikuh dan tidak nyaman melakukan ini? Kurang nyaman, maaf saya tak menyebutnya risih, kalau harus bersentuhan pipi dengan orang lain meskipun itu kawan saya sendiri. Adakah yang salah dengan diri saya? Bagaimana kalau menurut pandangan Anda menyikapi hal ini? Apakah menurut Anda cipika-cipiki itu masih wajar dan wajib Anda lakukan jika bertemu dengan teman Anda. Atau sebaliknya?
Monggo Anda bisa sharing dengan saya. Apapun pendapat Anda akan saya tampung dan akan menjadi masukan positif buat saya. Terima kasih sebelumnya, bagi siapa saja yang mau meluangkan waktunya untuk menanggapi artikel ini.
Sumber Foto: Embrace
Jumat, 28 Januari 2011
Inilah Peluang Bisnis Paling Menggiurkan di Facebook
Apakah Anda masih menganggap Facebook itu sebagai situs social media khusus buat pertemanan? Anda masih suka mengobral sesuatu yang sangat pribadi di status maupun data di profile facebook Anda? Atau, barangkali Anda juga masih sangat selektif dalam menerima pertemanan dari orang lain yang belum begitu Anda kenal di facebook?
Jika ketiga pertanyaan saya di atas semuanya Anda jawab "Ya" atau "Masih", Anda mungkin perlu membaca ulasan saya berikut ini. Siapa tahu Anda belum sadar sepenuhnya bahwa selama ini telah memandang facebook dalam prespektif yang terlalu sempit atau memandang facebook hanya sebagai situs social media biasa, seperti umumnya sebuah situs pertemanan. Padahal, sebetulnya banyak peluang potensial yang bisa Anda manfaatkan dari situs social media semacam facebook ini lebih dari hanya sekedar sebuah situs pertemanan.
Contoh, kalau berbicara marketing hampir bisa saya pastikan tidak ada satu pun korporasi besar yang tidak memanfaatkan facebook ini untuk mendukung bisnis korporasinya. Kalaupun ada mungkin bisa saya sebut itu perusahaan yang masih katrok (ndeso) sehingga belum memanfaatkan dahsyatnya marketing lewat internet.
Sama seperti keberadaan micoblogging Twitter dan blog yang bisa mendukung situs sebuah korporasi di internet, facebook pun juga iya. Karena, banyak perusahaan tersadar potensi internet sangat luarbiasa. Luarbiasa? Ya, kalau berbicara orang kita yang sudah melek internet hampir bisa saya pastikan (maaf, saya tak punya data) semuanya tidak ada yang tidak punya akun di facebook. Benar? Jadi kalau ingin lebih dekat dengan pelanggannya, mau tidak mau mereka (korporasi) akan buat akun di social media, selain buat situs untuk korporasinya untuk mendekatkan diri dan menyapa pelanggannya.
Facebook sebagai network, bisnis, dan asset
Namun, entah Anda sudah menyadarinya atau tidak, kalau saya cara pandang (perspektif) dalam melihat facebook sudah berubah sekarang, tidak seperti waktu awal-awal dulu mengenal facebook. Mengapa? Karena fungsi facebook saat ini sudah semakin meluas. Tidak hanya sekedar buat situs pertemanan tapi sudah mengarah ke "Network", untuk "Bisnis". Banyak kawan-kawan saya yang berjualan di facebook. Memanfaatkan banyaknya teman di facebook sebagai sebuah "Asset" untuk network bisnis. Tidak hanya sekedar buat berteman saja.
Kalau Anda punya teman sampai ribuan di facebook bergembiralah. Tapi jika Anda masih punya beberapa ratus teman dan sangat selektif dalam menerima pertemanan, bersedihlah. Pertanyaan saya kepada Anda, tidak kah Anda merasa tergoda memanfaatkan asset banyaknya teman di facebook untuk memperluas network Anda? Terlepas ada motif bisnis apa tidak.
Tapi saya, kan tidak mau berteman dengan orang yang samasekali tidak saya kenal? Dan lagi, data-data personal saya bagaimana nanti kalau dibaca orang yang berniat jahat dan menyamar jadi teman saya di facebook. Gimana? Mungkin itu pikir Anda.
Mengapa harus sampai segitunya? Sadar atau tidak rana internet adalah rimba. Tidak semua orang yang kita kenal adalah orang baik, termasuk itu teman-teman Anda sendiri yang sudah Anda kenal dengan baik di dunia nyata. Jadi alasan itu masih kurang tepat untuk dijadikan alasan. Yang lebih tepat seharusnya, ya data pribadi Anda yang jangan diumbar terlalu banyak buat orang lain, bukan malah sebaliknya membatasi orang yang mau mengenal dan jadi teman Anda. Di internet teman bisa menjadi lawan, lho. Dan pencurian data-data pribadi bisa saja dilakukan oleh teman baik Anda sendiri.
Kalau Anda ingin aman mengapa harus ngeshare semua data-data pribadi Anda di internet? Beri aja data-data pribadi seperlunya saja. Seperti nama, pekerjaan atau pendidikan, asal kota, saya rasa itu sudah lebih dari cukup. Anda tak harus sampai memajang alamat rumah Anda di mana. Alamat kantor, nomor telpon rumah, HP dan telpon kantor segala macam yang berpeluang untuk menjadi sasaran tembak spam atau penipuan.
Karena mindset, boleh saya sebut begini, facebook sudah Anda anggap sebagai network dan bukan situs pertemanan murni lagi maka jika data Anda yang terlalu pribadi sudah Anda hide (sembunyikan) tidak ada salahnya, kan untuk selanjutnya menambah network dengan sebanyak-banyaknya mencari teman? Menerima pertemanan dari banyak orang dari internet. Terlepas teman itu hanya teman dari teman Anda misalnya, yang belum begitu Anda kenal.
Perlakukan Facebook seperti Twitter
Mungkin analogi yang paling tepat memperlakukan pertemanan di facebook anggap saja seperti pertemanan di Twitter. Tak peduli siapa saja yang menjadi buntut (follower) Anda. Yang terpenting jumlahnya banyak. Mengapa harus banyak? Karena jumlah teman yang banyak itu sangat penting. Ya, kembali ke masalah pentingnya sebuah network tadi. Semakin luas network Anda, sekali lagi itu adalah asset yang tak ternilai harganya.
Selain "Network" apalagi peluang potensial yang bisa Anda dapat dengan punya banyak teman di facebook? Ssst, Anda jangan bilang-bilang ke siapa-siapa, ya! Sebuah akun di facebook kalau jumlah temannya sudah sangat banyak, contoh yang sudah mencapai 2000 (dua ribu) ke atas itu "Bisa dijual", lho. Ada pasar (orang) yang berminat untuk membelinya. Serius! Bahkan, sahabat saya sudah ada yang jualan akun facebook ini di internet.
Jangan ditanya berapa nilai per satu akunnya. Yang jelas nilainya sangat menggiurkan untuk per satu akunnya. Satu akun facebook dengan kelipatan 1000 friend bisa dihargai sangat mahal. Angkanya bukan dalam harga beberapa ratus ribu rupiah lagi tapi sudah lebih besar dari itu. Menggiurkan sekali, bukan? :D
Terakhir, jika Anda barangkali mulai bosan bermain dengan facebook daripada akun Anda mubazir terus didelete, atau Anda biarkan mangkrak tak pernah diupdate statusnya, kenapa tidak Anda jual saja akunnya? Saya siap menampung akun Anda. Tapi tentu saja kalau cocok harganya dan akun Anda jumlah teman dan kondisinya bisa memenuhi syarat-syarat atau kriteria yang kami tentukan maka akan kami beli.
Sebaliknya, jika salah satu pembaca barangkali ada yang berminat ingin beli akun facebook untuk jualan atau untuk fanpage buat korporasi bisnis, silahkan hubungi langsung kami melalui link di sini. Atau kalau Anda masih ragu-ragu bisa lewat contact saya di blog ini juga tidak apa-apa, nanti akan saya bantu proses jual belinya sampai dengan proses pemindahan akunnya.
Kamis, 27 Januari 2011
Behind The Scenes
Apakah Anda mempunyai sisi kekurangan dalam diri Anda? Maaf, ini hanya sebuah pertanyaan. Anda boleh menjawab, boleh juga tidak. Pertanyaan saya yang kedua, pernahkah Anda nonton Behind The Scenes (kisah di balik layar) sebuah film atau membaca kisah hidup yang menjadi sisi lain dari kehidupan seorang penulis yang begitu Anda kagumi?
Jika pernah mungkin tulisan ini sedikit mirip dengan itu. Tetapi samasekali tak mirip kalau Anda memandang ke saya sebagai bukan siapa-siapa karena bukan seorang penulis hebat sehingga mungkin tulisan ini tak menarik buat Anda. Namun ijinkan saya menulis ini untuk menceritakan sebuah sisi yang amat pribadi tentang beberapa latar belakang lahirnya beberapa tulisan-tulisan yang telah saya publish di blog ini. Terlepas ini menarik buat Anda apa tidak, Anda mau membacanya atau tidak.
Mengapa saya perlu menceritakan ini? Sekedar bukti saja kepada Anda bahwa saya masih manusia biasa, punya hati. Juga sekedar bukti bahwa saya seorang yang juga lemah, pernah marah, pernah menangis, dan kadang-kadang tak berdaya.
Anda tertarik ingin tahu Behind The Scenes, sisi lain dari diri saya dalam menulis di blog ini? Silahkan menyimak inilah beberapa contoh artikel dan sisi yang melatarbelakangi lahirnya tulisan di blog ini.
- Salam Perpisahan. Artikel ini saya tulis karena waktu itu saya sangat sedih dan merasa kehilangan sebab salah seorang sahabat blogger saya berhenti ngeblog dan mengucapkan selamat tinggal kepada saya.
- Alasan Goenawan Mohamad Mengembalikan Bakrie Award Membuat Saya Jadi Sedih. Artikel ini saya tulis sambil menahan sebuah kegeraman amarah. Bagaimana tidak, saya begitu tersentak saat membaca statement Aburizal Bakrie kepada blogger Langsat yang tetap ngotot merasa tidak bersalah atas musibah Lumpur Lapindo. Ternyata apa yang ditulis Anindya Bakrie, anak Bakrie, hanya omong kosong belaka. Keluarga Bakrie pada prakteknya tetap mempermasalahkan pentingnya siapa yang bersalah dalam musibah Lumpur Lapindo ketimbang menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya.
- Maaf, Pak SBY Mimpi Anda Terlalu Dini. Artikel ini juga sama, saya tulis dalam kondisi marah, geram, dan kecewa berat kepada bapak presiden kita, SBY. Dan terbukti apa yang dikatakannya ternyata tidak bisa dibuktikan atau direalisasikan hingga sekarang. SBY ternyata tak konsisten dengan kata-katanya.
- In Memorian Lumpur Lapindo. Saya pernah sedih, sangat-sangat sedih, sampai berkaca-kaca bahkan menangis saat menulis artikel di blog ini. Salah satunya waktu menulis artikel ini. Mungkin ini artikel paling mahal buat saya karena saya tulis dengan tinta air mata.
- Berqurban, Benarkah Hanya Untuk Orang Kaya? Kalau ada orang yang bilang seorang penulis itu hanya pandai berkata-kata tapi tak pandai membuktikannya dalam kehidupan dia sendiri di kehidupan nyata, maka artikel ini sudah mematahkannya. Saya menulis artikel ini dengan penuh keharuan sambil berkaca-kaca saat menuliskannya. Mengapa? Karena saya baru mengalami sebuah pencerahan luarbiasa yang mengubah cara pandang saya menyikapi ibadah Qurban. Artikel ini juga saya tulis dengan bercucuran air mata sehingga layak saya anggap sebagai artikel termahal juga karena dituliskan dengan tinta air mata.
Saya rasa contoh lima artikel saja sudah cukup, ya? Saya tak ingin Anda tahu semuanya tentang diri saya. Saya tak ingin menjadi benar-benar telanjang di depan Anda. Biarlah kusisakan sebagian untuk kusimpan rapat-rapat dan menjadi rahasia buat saya sendiri.
Kesimpulan dari tulisan ini. Dalam diri seorang manusia selalu punya titik-titik terlemah. Tak terkecuali pada diri saya. Entah kalau Anda apakah mau mengakui sisi ini pada diri Anda atau tidak. Tapi terlepas dari semua itu, ternyata saya tak sendirian yang seperti ini. Saya jadi ingat salah satu artikel menarik yang ditulis oleh salah seorang sahabat blogger saya, Mas Hoeda Manis, di artikelnya yang berjudul "Surat Rachel Kepada Batman" bahkan orang hebat sekelas Bruce Wayne dalam tokoh Batman saja masih tetap manusia biasa. Batman tokoh super hero itu tetap perlu cinta dari Rachel, wanita yang begitu dicintainya sebagai sosok kekasih sekaligus sebagai seorang ibu hangat yang bisa melindungi sifat bocah kesepian dan ketakutan yang ada di dalam diri seorang Batman.
Sumber Foto: Photobucket com
Senin, 24 Januari 2011
Anda Tidak Suka Menulis? Bersiap-siaplah Otak Anda Menjadi Miring
Saya ulang sekali lagi pertanyaan saya pada judul di atas. Anda Tidak Suka Menulis? Bersiap-siaplah Otak Anda Menjadi Miring. Serius? Ya, memang saya terlihat seperti main-main? Tidak. Ini sungguh-sungguh serius jadi tolong baca tuntas tulisan ini sebelum Anda menuduh saya yang bukan-bukan apalagi menuduh saya sombong seolah-olah meninggikan derajat saya (penulis) sampai berani memiring-miringkan otak Anda, orang yang barangkali bukan atau tidak suka menulis.
Simpan dulu energi Anda untuk memaki-maki saya. Okey?
Anda pernah mendengar sebuah anekdot lucu sekaligus satire dari Putu Widjaya yang mengatakan katanya harga otak orang Indonesia paling mahal sedunia dan diburu para calon penerima donor otak? Mengapa otak orang Indonesia yang paling mahal? Kok, bukan otak orang Yahudi yang terkenal cerdas-cerdas? Atau otak orang Cina yang terkenal hebat karena pintar berdagang? Kenapa juga bukan otak orang Jepang yang terkenal canggih dan pintar karena inovasi dan penemuan teknologinya?
Jawabannya sungguh sangat-sangat menyakitkan bagi saya yang orang Indonesia asli. Mengapa? Otak orang Indonesia sangat mahal bukan karena kecerdasannya tapi karena dikenal otaknya yang paling mulus (original) karena jarang dipakai, ketimbang contoh otak Yahudi, Cina dan Jepang tersebut. Otak orang Indonesia masih belum terlalu maksimal dipergunakan sehingga menjadi mahal karena keasliannya ini.
Lantas apa hubungannya otak original dengan otak miring? Hubungannya akan saya jelaskan kepada Anda berikut ini.
Jika Anda sering menggunakan otot Anda buat bekerja ketimbang otak Anda maka otot Anda akan cenderung berkembang lebih baik ketimbang otak Anda. Betul? Anda Ingin contoh? Lihatlah sosok manusia purba di pelajaran sejarah atau dalam pelajaran biologi. Bukankah modelnya seperti itu? Karena manusia purba lebih sering menggunakan ototnya ketimbang otaknya maka badannya menjadi gede sementara kepala (otak) cenderung mengecil dan tidak proporsional dengan bentuk tubuhnya.
Contoh sebaliknya, pernah nonton film-film fiksi ilmiah yang menggambarkan sosok mahluk cerdas luar angkasa sejenis alien dari planet lain yang naik pesawat mirip UFO turun ke bumi? Bukankah kepalanya digambarkan sangat besar namun tubuhnya dibuat dengan bentuk sebaliknya, kecil.
Kalau contoh yang pertama itu bukan mengada-ada tapi sesuai dengan fakta dalam sejarah. Dan untuk contoh yang kedua juga dibuat tidak asal membuat atau menganalogikan tanpa dasar tapi kenyataannya memang begitu. Jika bagian dari tubuh manusia jarang dipakai maka akan cenderung menyusut sementara bagian lain yang sering dipergunakan, dilatih atau dieksplorasi maka akan cenderung berkembang.
Anda masih ingin contoh bukti yang lain? Bukankah atlet binaragawan sebelum badannya berotot sebelumnya juga perlu dilatih tubuhnya dengan banyak latihan. Bukan langsung lahir ujug-ujug tubuhnya besar sendiri begitu? Dan hal ini pun juga berlaku pada otak manusia. Jika otak Anda jarang Anda eksplorasi untuk banyak mikir maka otak Anda lama-lama tidak akan berkembang.
Lalu mengapa saya berani mengatakan kalau otak orang yang tidak suka menulis bisa menjadi miring. Tolong Anda jangan terpaku pada kata "Miring" yang punya makna konotatif (gramatikal) gila saja, ya! Tapi kata "Miring" di sini bisa juga diartikan lain. Yaitu berat sebelah, njomplang atau tidak seimbang. :D
Nah, sekarang mulai nangkap, kan maksud saya? Kalau Anda adalah seorang pekerja profesional, misalnya seorang insinyur, dokter, pengacara, dosen dsb maka secara umum yang sering terjadi adalah dominan banyak menggunakan kemampuan otak kiri untuk berpikir dan bekerja. Sementara para pekerja seni, sastrawan dan penulis, termasuk blogger di dalamnya, adalah contoh-contoh orang yang kebanyakan dominan menggunakan otak kanan untuk bekerja. Namun yang perlu saya note khusus penulis boleh saya katakan yang paling ideal karena kedua fungsi otak, baik yang otak kanan maupun yang kiri sebetulnya sama-sama baiknya dipergunakan secara selaras dengan sama idealnya untuk berpikir dan bekerja (menulis).
Seorang penulis (blogger) saat menggali ide-ide kreatif untuk menulis, maupun saat menuliskannya di blog banyak menggunakan otak kanan. Dan pada saat beropini yang menuntut penyajian data, analisa, argumentasi, maupun terakhir menyunting atau mengedit tulisannya maka otak kiri yang akan dipergunakannya.
Kalau Anda ingin tahu lebih detil lagi tentang perbedaan fungsi kedua otak tersebut. Perbedaan fungsi otak kanan dan otak kiri, saya persilahkan baca artikel sahabat blogger saya, Mas Darin di blognya, baca artikelnya yang berjudul "Pemetaan Otak Dan Tipikal Blogger."
Kesimpulannya: Jika Anda ternyata seorang yang mempunyai profesi-profesi pemakai otak kiri seperti yang saya sebut di atas jangan heran kalau suatu saat kepala Anda menjadi miring karena tidak berimbangnya penggunaan otak di kepala Anda. Begitupun sebaliknya, jika Anda seorang pekerja yang dominan sehari-hari bekerja banyak menggunakan otak kanan, imbangilah dengan banyak mengeksplorasi kemampuan otak kiri Anda. Dan solusi yang saya tawarkan adalah dengan salah satunya, menulislah. :D
Sumber Foto: RightLeftBrain
Minggu, 23 Januari 2011
Tujuan Menulis di Blog Untuk Apa?
Kadang-kadang kalau saya baca tulisan di blog lain dan bahasan isinya tinggi, cara nulisnya memikat, sama, saya jadi merasa kecil, merasa paling goblok, betapa jeleknya tulisan saya. Namun sebaliknya, jika tulisannya hanya biasa-biasa saja maka saya pun cenderung skip bacanya lalu pergi.
Pada intinya, ini menurut pendapat saya. Tulisan (blog) menarik atau tidak tergantung dari satu hal. Tanya pada diri sendiri apakah pembaca setelah membaca tulisan kita akan mendapatkan sesuatu (value added) atau tidak. Jika tidak mendapatkan sesuatu apapun, yang lebih tepat mungkin kita berada pada posisi meminta bukan memberi. Meminta orang lain (pembaca) menerima ocehan kita, yang hanya penting buat kita tapi tak penting buat mereka (pembaca).
Orang boleh bilang saya penulis blog yang Cari Trafik. Iya benar. Saya pemuja trafik. Tidak apa-apa Anda sebut saya demikian. Anda ingin tahu alasannya? Saya adalah penulis blog yang berharap tulisan saya dibaca dan kalau bisa memberi manfaat buat orang lain. Orang (blogger) lain boleh saja bilang mengklaim saya nulis ma nulis saja, masalah dibaca, bermanfaat atau tidak buat orang lain itu bonus dan tidak usah terlalu dipikirkan.
Hey, serius begitu?
Kita menulis tujuannya adalah untuk berkomunikasi dengan pembaca atau orang lain. Betul? Terus terang kalau saya, entah kalau Anda, saya sedih kalau sudah capek-capek nulis, memapar tulisan di internet ternyata tak dibaca orang. Sedih. Apakah Anda tidak? Apakah Anda serius masih bilang menulis buat diri sendiri? Kenapa tidak nulis di diary offline saja yang hanya Anda sendiri yang baca kalau memang tujuannya begitu?
Pertanyaan-pertanyaan dejavu saya itu perlu dipertanyakan pada diri kita sendiri secara terus menerus agar kita tahu Tujuan Menulis di Blog Untuk Apa.
Sumber Foto: Journal Prompts
Jumat, 21 Januari 2011
Mengapa Rajin Update Blog Tak Selalu Berkorelasi Positif Dengan Trafik?
Kalau Anda pernah baca tulisan saya sebelumnya, baca "6 Alasan Mengapa Anda Perlu Menunda Posting Blog" malah saya pernah menyarankan agar Anda jangan terlalu sering update artikel setiap hari. Saya pernah menceritakan di artikel tersebut, di blognya Kang Yudiono, bahwa rajin update artikel setiap hari dan meski sudah melipatgandakan artikel menjadi dua kali lipatnya ternyata prakteknya trafik tetap stagnan tak berhasil meningkatkan trafik blog. Ini contoh blog yang pertama.
Sekarang saya boleh, dong mengatakan ini kepada Anda? Jika ternyata jumlah trafik tetap tak mau naik-naik ya percuma, kan update setiap hari? Itu artinya artikel yang Anda buat samasekali tak menarik buat dilisting dalam SERP Google, samasekali tak menarik buat dibaca oleh manusia. Artikel Anda hanya artikel basi mirip dengan sampah. :D
Ups, Anda merasa tak terima dan tersinggung dengan kata-kata saya kalau artikel Anda tak sebut sampah? Sebentar, jangan keburu mendamprat saya. Orang sabar selalu disayang Tuhan. Logikanya sama saja dengan begini. Ada seorang pedagang lagi jualan kemudian barang dagangannya terus ditambah semakin banyak setiap hari dengan bermacam-macam barang dagangan yang dibutuhkan orang (pembeli). Menurut pedagangnya barang yang dijual itu sangat menarik.
Ternyata faktanya kemudian berbeda. Setelah itu tetap tak bisa menaikkan omzet penjualan dari tokonya. Penjualan toko tersebut tetap stagnan di angka-angka seperti sebelum-sebelumnya. Kalaupun sedikit naik tapi tetap tak berbanding lurus dengan jumlah inventori barangnya yang terus membengkak.
Kalau Anda adalah seorang retailer (pedagang) seperti saya dan pernah menjumpai kondisi seperti di atas berarti itu ada sesuatu yang tak beres dengan bisnis Anda. Karena inventori adalah sebuah beban usaha kalau pergerakannya cenderung slow moving (lambat jual). Dan itu artinya Anda perlu untuk mengubah strategi dari bisnis dagang Anda.
Sekarang pertanyaannya mengapa bisa begitu? Apa yang menyebabkan omzet penjualan tokonya tak naik-naik. Ternyata selidik punya selidik barang dagangan toko tersebut ternyata memang kurang menarik untuk dibeli oleh pengunjung tokonya. Kurang menarik karena tidak bisa memenuhi selera dan keinginan pasar. Nah, kesimpulannya anggap saja artikel blog Anda yang mejeng di internet itu sama seperti barang dagangan persis seperti yang ada di toko tersebut. Tak menarik. Setuju?
Contoh blog yang kedua. Blog yang saya ceritakan ini juga milik salah seorang sahabat blogger saya di blogosphere. Blognya Mas Kharisma Adi di rismaka net. Pagi ini sempat saya baca tweetnya di Timeline saya di Twitter dan menceritakan kegembiraannya karena blognya tersebut PRnya tetap bagus (PR 4) meskipun sudah lama sekali tidak diupdate. Saya ingat terakhir kali blog Mas Adi ini diupdate sudah cukup lama. Pada tanggal 4 bulan September 2010. Namun pageranknya tetap bagus tak pernah melorot.
Dan satu lagi, pengunjungnya pun tetap banyak. Ini bisa saya buktikan dengan beberapa artikelnya tetap ramai dikomentari orang dan masuk ke email saya. Kedua, beberapa waktu yang lalu pada akhir bulan Agustus 2010 saat saya menulis Keluhan Tentang J.CO Donuts, blog Mas Adi ini sempat mengalami Bandwidth Limit Exceeded, tidak bisa diakses seperti punya J.CO Donuts tersebut akibat bandwidth hostingnya limited alias sudah habis kuotanya.
Contoh blog ketiga, blog ini milik seorang dokter dari Bali bernama Deddy Andaka di andaka com. Blog ini umurnya sudah cukup tua untuk ukuran umumnya sebuah blog. Kalau tidak salah tahun ini (2011) berumur 10 tahun. Pageranknya cukup tinggi dan stabil untuk ukuran blog personal, yaitu bertengger di PR 4 saat saya menulis posting ini.
Kalau saya amati update artikel di andaka com juga sama, intensitas update artikelnya juga sangat jarang sejak bulan September 2010, hanya ada beberapa biji (1-2) artikel saja, bahkan bulan Januari 2011 ini samasekali tidak ada update postingan terbaru. Namun, kalau dibilang sepi pengunjung sepertinya tidak juga karena sepintas kalau melihat jumlah komentarnya yang banyak, Pageranknya yang selalu stabil, saya yakin trafiknya juga masih tinggi.
Dari ketiga contoh blog tersebut, blog Kang Yudiono, Mas Adi dan andaka com serta membandingkannya juga dengan data statistik yang ada di blog saya, saya bisa ambil kesimpulan sebagai berikut:
- Untuk blog yang masih relatif muda umurnya, rajin update artikel setiap hari belum tentu berbanding lurus dengan trafik. Yang terpenting sebetulnya adalah terus diperbanyak dengan bereksperimen dengan menulis tentang tema-tema apa saja yang banyak diminati atau dicari dan dibaca oleh pengunjung. Makanya, sangat penting untuk menganalisa statistik sebuah blog agar Anda tahu apa yang dimaui pengunjung blog Anda.
- Pentingnya menerapkan Hukum Pareto 80/20 dalam menulis artikel di blog agar artikel yang Anda tulis berkorelasi positif dengan jumlah tayangnya (impression).
- Kualitas artikel di sebuah blog itu jauh lebih penting ketimbang kuantitas menulis artikel.
- Pada blog yang sudah berumur lama, misal di atas 3 tahun atau lebih dan sudah cukup eksis di blogosphere, tanpa sering update artikel dengan rentang waktu lama pun tidak menjadi masalah asal blognya sudah mempunyai beberapa Artikel Pilar yang menjadi kekuatan dari blognya.
Demikian kesimpulan saya. Tolong Anda abaikan artikel ini jika tujuan Anda blogging memang hanya untuk nulis dan terus menulis saja, tak berharap apa-apa, seperti trafik, apalagi feedback dari pembaca.
Pertanyaan goblok saya: Memang masih ada, ya blogger yang seperti itu jaman sekarang? Jangan-jangan salah satunya itu adalah Anda. :D
Sumber Foto: Passionate-Elegance
Rabu, 19 Januari 2011
8 Syarat Yang Perlu Anda Perhatikan Sebelum Mengkritik di Blog
Kemarin dalam postingan Inilah 5 Cara Paling Goblok Untuk Belajar Menulis saya mendapatkan sebuah komentar yang seperti itu. Komentar kritik yang ironinya si pengomentar ternyata masih teman blogger dari sahabat-sahabat blogger saya sendiri, karena saya melihat deretan Top Komentator di blognya ternyata adalah nama-nama yang sangat saya kenal di blogosphere ini.
Terus yang semakin membuat saya mengelus dada, dia jauh lebih muda umurnya dari saya. Termasuk umur blognya pun masih setahun saja belum genap (umur 8 bulan), yang tanpa bermaksud untuk menyombongkan diri, kok berani-beraninya menghina orang yang jauh lebih tua umurnya serta blog yang usianya jauh lebih lama dari umur blognya dia.
Hem, sebetulnya saya tak terlalu mempermasalahkan tentang masalah umur (narablog dan blog), karena selama kritiknya itu didukung dengan argumen kuat, data yang sahih dan tidak terkesan asal njeplak, saya pun akan bisa terima dengan lapang dada. Toh, yang namanya kritik dan komentar sinis tidak hanya satu kali dua kali ini saja pernah mampir ke blog saya.
Saya juga sadar, saya ini termasuk tukang kritik, suka kritis juga kalau berkomentar di blog lain jadi rasanya tidak fair juga kalau saya alergi apalagi menutup diri dari kritik orang lain. Tetapi, kalau yang datang itu ternyata hanya kritik yang asal njeplak tanpa dipikir panjang, siapa yang tak sakit hati? Apalagi setelah meninggalkan komentar langsung pergi begitu saja dan tidak pernah datang kembali.
Saya tak perlu quote isi komentarnya di sini. Jika Anda penasaran siapa dia dan apa isi komentarnya, silahkan buka artikel saya tersebut, cari dan baca satu per satu komentarnya di sana. Nanti Anda akan tahu dan bisa menemukan komentar nyolot asal njeplak itu yang mana. Sekalian saya mohon masukan dari Anda apa jangan-jangan hanya saya saja yang terlalu sensitif menerima kritikan orang.
Terlepas dari permasalahan kritik di atas jika Anda hendak mengkritik tulisan di sebuah blog, sebetulnya bagaimanakah cara-cara atau etika mengkritik yang baik?
Nah, saya sudah mengumpulkan setidaknya ada 8 (delapan) syarat yang perlu Anda perhatikan sebelum Anda melakukan kritik di sebuah blog. Berikut syarat-syaratnya:
1. Baca halaman About Me lebih dulu
Jika Anda baru pertama kali berkunjung atau belum tahu siapa pemilik blog yang hendak Anda kritik, bacalah dulu halaman About Me blognya untuk mengetahui lebih dulu siapa narablog yang hendak Anda kritik. Ini penting agar Anda tahu sedang mengkritik siapa. Minimal apa gendernya, orangnya lebih tua apa tidak dengan Anda dsb.
2. Jangan menggunakan nama anonim
Dengan menggunakan nama anonim, email bodong serta alamat atau URL blog palsu untuk mengkritik. Ini adalah cara-cara banci untuk mengkritik. Jika Anda tak mau dijuluki sebagai blogger banci, tinggalkan pakai cara-cara seperti Lempar Batu Sembunyi Tangan ini.
3. Berkatalah dengan sopan
Tetap pakailah kata-kata yang sopan dan jangan merendahkan narablognya. Karena penggunaan kata-kata yang kurang sopan sebetulnya justru merendahkan diri Anda sendiri.
4. Tulislah dengan bahasa baku
Pakai kata dan kalimat yang baku dengan tata bahasa yang baik dan benar. Penggunaan kalimat baku bisa menghindari interpretasi makna berbeda terhadap kalimat yang ada dalam komentar kritik Anda. Dan masalah tata bahasa ini juga penting karena Anda sedang jadi tukang kritik, tentu tidak lucu kalau tata bahasa dalam kalimat Anda masih belepotan, lebih buruk dari blog yang sedang Anda kritik.
5. Pakailah komentar jarak jauh (trackback)
Jika isi komentar kritiknya sangat panjang lebih dari tiga pragraf akan lebih baik Anda melakukan kritik dengan menanggapinya lewat blog Anda sendiri dengan cara memberikan trackback.
6. Ucapkan kata "Maaf"
Jangan lupa menyisipkan kata "Maaf" dalam komentar kritik Anda. Ini penting karena pada dasarnya semua orang (blogger) kurang nyaman jika dikritik. Dengan mengucapkan kata "Maaf" setidaknya sedikit bisa mengurangi dosa Anda yang telah membuat tidak nyaman orang (blogger) lain.
7. Gunakan emoticon
Meski Anda sedang melakukan kritik tentu akan lebih baik tetap dengan nada tersenyum dan tidak dengan marah-marah. Caranya? Coba sisipkan emoticon dalam komentar Anda. Mudah-mudahan ini bisa menjadi sedikit penyejuk dari kritik Anda.
8. Kritiklah secara personal (private)
Jika kritik yang akan Anda lakukan berpotensi mempermalukan narablognya maka akan sangat bijaksana kalau Anda lakukan kritiknya secara personal (private) melalui email atau japri. Karena siapapun tidak ada yang mau dipermalukan di depan umum. Dan berdasarkan pengalaman saya selama ini yang pernah beberapa kali bergesekan dengan blogger lain, jika saya menggunakan komunikasi secara personal hubungan yang awalnya memanas akan bisa mencair kembali saat kita berkomunikasi secara personal.
Demikan, setidaknya 8 (delapan) syarat yang penting untuk Anda perhatikan kalau Anda ingin melakukan kritik kepada blog lain. Jika Anda mengindahkan kedelapan poin ini saya bisa menjamin perang bubat antar blogger pasti akan terjadi, jadi sebaiknya hindarilah. Kecuali, kalau Anda memang lebih suka mencari gara-gara atau musuh daripada mencari teman, ya itu lain soal.
Barangkali Anda ada tambahan atau punya pengalaman menarik seputar kritik mengkritik di blog? Jika ada saya persilahkan tambahkan di kolom komentar, terima kasih. Happy blogging!
Sumber Foto: Angry_women
Minggu, 16 Januari 2011
Inilah 5 Cara Paling Goblok Untuk Belajar Menulis
Setelah membaca buku tentang pengusaha gila dan nyeleneh bernama Bob Sadino yang berjudul "Belajar Goblok Dari Bob Sadino" saya jadi ikut-ikutan kerasukan virus gila dan goblok dari Om Bob. Ha... Ha...Ha... Hanya bedanya saya belum kerasukan virus enterpreneurnya untuk menjadi pengusaha tapi baru kerasukan falsafah-falsafah hidup Bob Sadino yang menurut saya amat menarik.
Berikut ini adalah pelajaran yang bisa saya petik setelah membaca buku tersebut. Saya olah terkait dengan dunia kepenulisan. Dan hasilnya, saya sudah menemukan 5 Cara Paling Goblok Untuk Belajar Menulis yang bisa membuat Anda manjadi lebih mudah untuk menulis. Selamat membaca.
1. Tidak usah sekolah tinggi-tinggi
Semakin tinggi Anda sekolah semakin tinggi pula sifat sok jaim yang tertanam pada diri Anda. Sok ingin tulisannya disebut intelek, lah. Sok ingin tulisannya dipuji hebat, lah. Sok ingin agar tulisan Anda dianggap berbobot, lah. Dan masih banyak sok-sok jaim yang lain, yang intinya agar Anda diakui eksistensinya sebagai penulis hebat oleh orang lain karena mentang-mentang ijazah Anda tinggi.
Jadi buang itu semua. Maksudnya persepsi itu, ya jangan ijazah Anda yang dibuang. :D Anda lebih baik mengaku tak pernah sekolah seperti Pramoedya Ananta Toer yang tak jelas pendidikan formalnya apa, atau boleh mengaku sarjana tapi tak pernah lulus kuliah seperti Emha Ainun Najib (Cak Nun) agar beban sok jaim tadi tidak menghambat Anda untuk enjoy menulis. Setuju?
2. Tidak usah ikut kursus atau sekolah menulis
Kursus menulis apa memang bisa mendidik Anda menjadi pintar menulis? Tidak selalu. Faktanya, (sorry tak ada data hanya opini pribadi) yang banyak justru karena Anda sudah bayar mahal untuk mengikuti kursus atau sekolah maka Anda justru terbebani BEP (break even point) dan disibukkan dengan baca diktat, buku atau ebook segala macam yang membuat Anda lebih senang membaca ketimbang praktek menulis. Dan yang paling parah Anda jadi pingin cepat balik modal (BEP) dengan banyak menjerat orang untuk menjadi affiliasi Anda untuk ikut kursus itu. Anda sedang belajar menulis, bukan sedang berbisnis online, kan? Fokus, dong! Setuju?
3. Abaikan tata bahasa
Sampai saat ini saya pun masih belum hafal semua aturan tata bahasa cara untuk menulis yang baik dan benar sesuai EYD. Pesan saya silahkan menulis saja. Abaikan semua aturan tata bahasa yang bisa membelenggu Anda itu. Abaikan? Ya, Anda ini ingin belajar menulis, bukan? Bukan sedang jadi guru bahasa Indonesia yang sedang mengajari murid-muridnya bagaimana cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Percaya, deh lama-lama aturan bahasa bagaimana menulis yang baik dan benar sesuai tata bahasa akan bisa dipelajari sambil jalan. Kebanyakan mikir bagaimana cara menulis yang baik dan benar justru membuat Anda tak segera menulis. Setuju?
4. Abaikan pelajaran basi menulis
Ini problem klasik yang hampir dialami semua penulis pemula. Lebih asyik membaca, belajar teori menulis tapi tak segera praktek-praktek menulis. Semua pelajaran menulis itu hanya basi, tahu. Basi? Ya, karena itu hanya pelajaran yang berdasarkan pengalaman orang lain yang telah lewat waktunya. Apa ini bukan basi namanya? Maaf, ini saya mengutip dari pendapat Bob Sadino.
Pertanyaan saya kepada Anda, memang Anda masih suka dengan barang basi, ya? Kenapa tidak mencoba bikin teori sendiri lewat praktek sendiri? Pelajaran teori menulis itu hanya akan mencuci otak Anda, sedikit saya mengutip kata-kata yang biasa disebut Rhenald Kasali, hanya akan menjerat Anda dengan belenggu-belenggu yang mengekang Anda. Setuju?
5. Repetisi praktek, praktek, dan terus praktek
Inti dari semua pelajaran menulis ya praktek. Adanya repetisi belajar menulis dengan praktek dan terus praktek itu lebih memandaikan Anda menulis ketimbang hanya belajar dan membaca buku, termasuk buku teori menulis. Tak peduli buku yang Anda baca adalah hasil karya seorang penulis hebat sekalipun. Setuju?
Pertanyaan saya di akhir tulisan ini: Setuju kah Anda dengan saya pakai cara goblok ini untuk menulis? Jika Anda menjawab kelima-limanya dengan jawaban "Setuju" maka tenang saya tidak akan pernah mengkatai Anda goblok hanya gara-gara mau belajar menulis pakai cara paling goblok ini dari orang goblok seperti saya. Tapi jika kelima-limanya Anda menjawab kompak "Tidak Setuju" maka saya hanya bisa bilang begini kepada Anda, selamat Anda ternyata lebih pintar menulis ketimbang saya. Setuju?
Untuk pertanyaan saya yang paling terakhir jangan bilang lagi tidak setuju, ya! :D
Sumber Foto: Writing
Sabtu, 15 Januari 2011
The Power of Kepepet: Cara Tergila, Terampuh Berbisnis Online!
Ada sebuah artikel menarik yang ditulis oleh seorang Internet Marketer dari Surabaya bernama Lutvi Avandi di blognya, CafeBisnis. Terus terang, awalnya saya ingin meninggalkan komentar di sana. Karena saya tergelitik untuk mengomentari salah satu artikelnya yang berjudul: "Bisnis Itu Seperti Nyetir Mobil". Namun, saya urungkan niat saya karena setelah saya pikir-pikir akan lebih baik saya menanggapinya dengan menulis di blog sendiri saja.
Mengapa saya tergelitik? Karena ada kata-kata yang sudah mengusik saya dalam artikel yang ditulis oleh Lutvi Avandi tersebut. Yaitu sebuah pernyataan menarik pada paragraf ke-5 yang berbunyi sebagai berikut:
Memulai bisnis online hanya sebagai pelampiasan gara-gara kena PHK atau gara-gara hutang banyak, bukanlah tindakan yang bijaksana. Bisnis tetaplah bisnis, butuh proses untuk belajar, ujicoba, nyerempet sana nyerempet sini. Spion patah body tergores. Kalau anda jadikan bisnis yang baru anda pelajari ini sebagai tempat bergantung, ya sangat beresiko sekali.
Secara overall sebetulnya saya sangat setuju dengan artikel Mas Lutvi Avandi itu. Saya hanya mau memberi note sedikit pada paragraf ke-5 di atas terutama pada pernyataannya yang berbunyi:
"Memulai bisnis online hanya sebagai pelampiasan gara-gara kena PHK atau gara-gara hutang banyak, bukanlah tindakan yang bijaksana."
Dan tanggapan saya, dalam situasi normal idealnya memang begitu, yang namanya bisnis online ya tetap bisnis, sama seperti bisnis offline pada umumnya. Butuh persiapan matang, rencana dan segala macam tetek bengeknya. Bagaimana jadinya kalau sebuah bisnis online dijalankan hanya karena pelampiasan akibat terkena PHK, akibat karena hutang banyak? Sudah barang tentu pasti nabrak-nabrak. Sampai di sini saya setuju dengan pernyataannya.
Tetapi, ada tetapinya, tidak untuk situasi yang memang benar-benar terjepit yang memang memaksa seseorang benar-benar ingin menyambung hidupnya karena tidak punya pekerjaan dan ingin menghidupi keluarganya. Mungkin penulisnya lupa terkadang potensi luarbiasa seorang manusia justru bisa tergali pada saat posisi terjepit, pada posisi kepepet seperti itu. Makanya sampai ada muncul kata-kata "The Power of Kepepet". Anda pernah dengar istilah ini? Eh, bahkan bukunya ada, lho diterbitkan Gramedia ditulis oleh seorang penulis bernama Jaya Setiabudi. :D *Maaf ini bukan iklan, ya. Saya tidak sedang mereview atau jualan buku ini.
Baiklah, saya akan berikan contoh nyata untuk menguatkan opini saya. Saya punya seorang sahabat blogger dari Yogyakarta yang juga seorang pebisnis online. Sahabat saya ini dulu adalah seorang karyawan sebuah pabrik susu bagian EDP di Waru Sidoarjo Jawa Timur. Saat krismon tahun 1998 lalu dia mengalami PHK dari pabrik susu tersebut. Setelah itu dia menekuni bisnis online sebagai seorang Web Developer, juga sekaligus jualan macam-macam barang dan jasa di internet. Dan faktanya, kini ia sangat sukses. Bahkan penghasilannya jauh melebihi pendapatan saya sebagai seorang Chief Engineer perusahaan Go Public multi nasional, profesi saya saat ini.
Anda kepingin tahu lebih jelas siapa sahabat saya tersebut? Dia, sahabat saya tersebut, pernah saya ceritakan atau saya review dalam artikel saya di sini "Ingin Bisnis Online, Ngapain Capek-capek Bikin Blog?" dan juga di artikel ini "Blog Narsis Versus Blog Bisnis, Pilih Mana?"
Nah, bukankah itu sebagai bukti nyata bahwa tidak selamanya kondisi yang seperti diceritakan Lutvi Avandi bahwa berbisnis online karena nabrak-nabrak atau pelampiasan akibat PHK adalah tindakan yang tidak bijaksana? Justru sebaliknya, seringkali potensi seseorang baru tergali secara maksimal justru pada saat dia kepepet. Betul, tidak?
Satu pertanyaan terakhir saya buat Anda yang sekaligus juga sebagai kesimpulannya. Anda pernah lihat seekor binatang yang lari terbirit-birit ketakutan karena berusaha menyelamatkan diri? Bukankah seekor binatang pun seringkali bisa lari lebih kencang, melompat lebih tinggi dari biasanya justru pada saat dia kepepet karena terancam dibunuh oleh binatang lainnya? :D
Kalau Anda serius ingin sukses berbisnis online, meski Anda tidak sedang kepepet, mengapa Anda tidak ubah mindset otak Anda dengan menerapkan cara dahsyat seperti motivasi orang yang lagi kepepet itu agar bisa sukses?
Bagaimana, berani mencoba? Selamat berbisnis!
Sumber Foto: Dikejar Anjing
Jumat, 14 Januari 2011
Mengapa Sholat Itu Tak Penting?
Banyak para ustad yang bilang ke saya mengatakan kalau sholat itu adalah tiang agama. Dirikanlah Sholat dan sholat lah Anda sebelum Anda disholatkan (mati). Betul? Tapi bagaimana kalau ada yang bilang begini ke saya: Sholat Itu Tak Penting?
Hup, Anda jangan gusar dan terburu-buru mengeluarkan dalil-dalil, ayat-ayat al-quran atau hadits apalagi sampai menghujat saya murtad dengan mengatakan sholat itu tak penting. Silahkan Anda cermati kembali kalimat saya. Itu bukan pernyataan tapi sebuah pertanyaan jadi Anda tak perlu harus mencak-mencak ke saya apalagi mengatakan, sekali lagi saya murtad, kafir dan sejenisnya. Itu hanya pertanyaan.
Saya hanya ingin menyampaikan pertanyaan di bawah ini mengapa ada yang bilang sholat tak penting dan ternyata beberapa fakta berikut ini yang jadi penyebabnya.
Apakah sholat itu penting jika Anda sholat tapi kelakuan Anda masih suka korupsi, mencuri, memeras rakyat, bejat dan suka maksiat?
Mungkin pertanyaan itu terdengar kasar bagi Anda tapi coba cermati sekali lagi apa memang ada yang salah dengan kalimat itu?
Banyak orang yang mengaku muslim tapi kelakuannya tetap tak mercerminkan orang beragama. Sholat iya, maksiat iya, mencuri iya. Hem..... :(
Bukankah sholat itu bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar? Lalu apa masih penting sholat kalau ternyata sholat Anda tak membuahkan hasil apa-apa, selain hanya sekedar gugur kewajiban saja kepada Tuhan?
Apakah sholat itu menurut Anda masih dianggap penting jika Anda punya uang berlebih tapi tetap tak mau bersedekah?
Apakah sholat itu menurut Anda masih penting jika Anda tega zolim kepada orang melarat karena tak mau mengeluarkan zakat mal kepada mereka padahal Anda mampu?
Sekali lagi, saya hanya bertanya, saya tidak membuat kesimpulan bahwa sholat itu tak penting. Selanjutnya terserah kepada Anda mau berpikir dan merenungkan pertanyaan saya ataukah tidak dengan tetap masa bodoh dan tidak mengindahkan pertanyaan saya ini.
Catatan:
Saya seorang muslim. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mencari sensasi apalagi hendak berpolemik dengan Anda. Tapi, hanya sekedar keluh kesah dari saya aja yang merasa sedih mendapati banyaknya orang-orang brengsek yang semakin membuat bobrok negeri ini.
Sumber Foto: Prayer
Kamis, 13 Januari 2011
Inilah Rahasia Seorang Penulis Yang Jarang Orang Tahu
Bagi orang awam, maksud saya yang non penulis rata-rata masih banyak yang meyakini bahwa seorang penulis itu pasti adalah orang pinter, orang hebat. Orang yang punya kemampuan atau kompetensi di atas rata-rata orang kebanyakan. Pertanyaan saya kepada Anda, benarkah?
Hem, saya jawab memang, sih orang bodoh tak mungkin bisa jadi penulis. Tapi kalau saya balik, sebetulnya jadi penulis tidak melulu orangnya harus orang hebat yang punya intelegensi tinggi. Karena prakteknya IQ, tingkat pendidikan dan kemahiran menulis tidak selalu berkorelasi secara positif. Banyak, kok orang pinter yang tetap saja gagap menulis dan lebih suka plagiat karya orang lain ketimbang menulis sendiri. Masih ingat dengan kasus plagiat disertasi seorang doktor di ITB dulu? Silahkan baca ulasan di artikel blog sahabat saya, Mas Lintang di sini, "Profesor Masturbasi".
Dulu, sebelum saya aktif menekuni dunia tulis-menulis di blog saya pun punya keyakinan begitu. Penulis pastilah orang hebat. Bagaimana tidak hebat kalau sebuah tulisan ternyata bisa memberi sebuah pelajaran dan ilmu-ilmu baru kepada kita para pembacanya. Tapi itu dulu. Lain dulu lain sekarang. Karena setelah saya tahu rahasia dalemannya seorang penulis, saya baru nyadar tidak ada penulis yang benar-benar hebat 100% sampai-sampai bisa dengan sangat pintar menulis tanpa melakukan teknik rahasia ini.
Apa teknik rahasia tersebut? Rahasianya adalah satu, yaitu melakukan teknik Membaca Sintopikal (membaca perbandingan) untuk menulis.
Hanya itu?
Ya, hanya itu. Itu adalah rahasia terbesar mengapa seorang penulis tampak seperti orang hebat di mata para pembacanya. Kalau Anda belum tahu apa itu teknik Membaca Sintopikal sebelum Anda meneruskan baca tulisan ini, saya persilahkan Anda baca dulu artikel saya sebelumnya yang mengulas hal ini. Baca "Membaca Kreatif Untuk Kreatif Menulis".
Tapi prakteknya ada, kan penulis filsuf (Pemikir), contoh seperti Goenawan Mohamad yang memang menulis benar-benar karena didapat dari hasil olah pikir penulisnya? Didapat dari hasil perenungan-perenungan penulisnya sendiri. Bukankah penulis filsuf memang menulis benar-benar didapatkan dari olah proses kreatif yang dilakukan oleh penulisnya sendiri? Saya ingin bertanya kepada Anda berapa banyak model penulis yang seperti ini? Tak banyak, kan? Yang banyak, kan penulis yang banyak mengutip sana-sini dari beberapa sumber atau referensi penulis lain untuk menulis.
Itu rahasianya. Mudah, bukan caranya menulis?
Oke, misalnya saya tertarik untuk menulis lalu apa yang harus saya lakukan?
Barangkali Anda bertanya seperti itu kepada saya. Jawab saya: Yang harus Anda lakukan agar mudah menulis, sekali lagi terapkan teknik Membaca Sintopikal. Yaitu membaca dengan memperbandingakan banyak buku sekaligus dari subyek tertentu sesuai minat atau topik yang hendak Anda tulis.
Caranya bagaimana?
Ambil dan baca beberapa buku atau dari sumber informasi lain yang punya tema-tema mirip, lalu ambil sarinya, kompair antara sumber informasi satu dengan yang lainnya, lalu salinlah dan tulislah dengan bahasa Anda sendiri. Jangan lupa selipkan juga opini dan pengalaman Anda sendiri di sana. Simsalabim maka jadilah sebuah tulisan. Beres, kan?
Ternyata mudah, bukan rahasianya untuk menjadi penulis? Okey, selamat menulis!
Disclaimer:
Jika Anda seorang penulis dan sudah mengetahui rahasia ini, saya harap Anda tidak mencela apalagi ngece saya. Satu guru satu ilmu dilarang untuk saling mengganggu. HaHaHa.
Rabu, 12 Januari 2011
Penulis Spesialis dan Penulis Generalis, Mana Yang Terbaik?
Apakah Anda termasuk yang meyakini blog itu harus punya tema spesifik? Blog itu harus yang punya tema atau niche tertentu? Misal seperti bertema tentang blogging, bertema tentang tutorial-tutorial Wordpress, CSS, Photoshop dsb? Ataukah bertema tentang tema-tema bisnis online dan motivasi blogging misalnya? Pertanyaan saya, kalau begitu blog personal yang bertema gado-gado yang tema tulisannya campur aduk itu menurut Anda gimana? Blog ndeso? Blog kampungan, gitu?
Hem, saya rasa itu anggapan yang kurang tepat. Blog menarik atau tidak, tidak ditentukan dari tema blognya apa. Spesifik apa tidak spesifik. Tidak ditentukan oleh apakah temanya campur aduk apa tidak. Itu pandangan yang terlalu sempit, anggapan yang sangat-sangat sesat bin keliru. Yang terpenting seharusnya, ya mutu tulisan atau isi dari content blognya itu sendiri, bukan?
Kalau saya mudah saja, kok untuk mengidentifikasi tulisan sebuah blog itu menarik apa tidak, bermutu apa tidak. Saya baca, setelah itu telaah dan renungkan. Jika setelah saya baca saya tidak mendapatkan value added (nilai tambah) apa pun, ya ngapain juga capek-capek berkunjung dan baca ke sana lagi? Gak peduli meskipun itu blognya jenderal petak atau blognya para Master Blogger atau seorang penulis tenar. Peduli setan!
Mungkin ada sebagian orang yang berpendapat begitu karena picik sekali cara pandanganya, belum pernah mengamati di dunia kepenulisan atau iklim kepenulisan di media. Bukankah dalam dunia kepenulisan pun juga terbelah jadi dua kubu? Yaitu kubu Penulis Spesialis dan Penulis Generalis. Dan ngeblog masih termasuk menulis juga, kan?
Mari saya akan berikan contoh-contoh penulis dari kedua kubu tersebut. Penulis Spesialis dan Penulis Generalis.
Penulis Spesialis
Dalam tema-tema tulisan spesialis penulis sengaja mengkhususkan diri untuk menulis kepada tema-tema tertentu yang spesifik. Bisa tema tentang sastra, ekonomi, politik, hukum, budaya, seni dsb. Saya akan ambil contoh penulis spesialis mulai dari tema sastra. Dalam kelompok ini kita mengenal ada nama-nama besar seperti: Sapardi Djoko Damono, Budi Darma, Faruk HT, Seno Gumira Ajidarma, dsb.
Kalau dalam kelompok penulis bertema politik kita juga mengenal ada nama-nama ini: Arbi Sanit, Eep Saefulloh Fatah, Daniel Sparingga, J. Kristiadi, William Liddle, Indria Samego, Afan Gaffar, Rizal Mallarangeng, Andi Alfian Mallarangeng, Riswandha Imawan, Cornelis Lay, Denny JA dsb.
Dan dalam kelompok penulis tema ekonomi misalnya kita juga mengenal ada nama-nama seperti: Kwik Kian Gie, Sri Mulayani Idrawati, Faisal Basri, Anggito Abimanyu, Sri Adiningsih, Sjahrir, Mubyarto, Didik J Rachbini dsb.
Itu kurang lebih sedikit contoh gambaran para penulis yang berada dalam kubu Penulis Spesialis. Silahkan Anda cari contoh-contoh yang lain. Karena tidak mungkin saya sebutkan semuanya di tulisan pendek ini.
Penulis Generalis
Penulis Generalis adalah penulis yang tidak hanya memfokuskan diri kepada satu topik tertentu saja tetapi menulis dan menekuni lebih dari satu bidang, bukan hanya satu tema saja. Penulis kubu ini biasanya karena mempunyai kompetensi, minat atau ketertarikannya kepada lebih dari satu bidang.
Contoh-contoh Penulis Generalis yang masuk dalam kubu ini adalah Jaya Suprana, Sindhunata, Ignas Kleden, Ariel Heryanto, Faisal Baraas, Kartono Mohamad.
Kedua contoh Penulis Generalis yang saya sebutkan terakhir, Faisal Baraas dan Kartono Mohamad adalah contoh seorang dokter yang disamping sering menulis tentang tema kedokteran dan kesehatan, juga sering menulis tentang masalah sosial dan kebudayaan.
Dan Jaya Suprana, kita tahu dia ini adalah sosok seorang pengusaha yang juga jago memainkan piano (Pianis) dan sekaligus seorang budayawan yang seringkali menulis dengan banyak sekali tema. Tema tulisan yang sering ditulis Jaya Suprana banyak berkisar di tema sospol, kebudayaan, musik, kelirumologi dsb.
Kesimpulannya sekarang, manakah yang terbaik menjadi Penulis Spesialis ataukah menjadi Penulis Generalis? Saya jawab, saya rasa tidak etis kalau memperbandingakannya hanya karena alasan mana yang terbaik mana yang tidak, sebab ini adalah masalah pilihan. Dan sebuah pilihan masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya sendiri, masing-masing punya konsekuensinya sendiri-sendiri, dan sebuah pilihan terbaik atau tidak itu tergantung dari sudut pandang Anda atau masing-masing orang. Anda lebih mempunyai kemampuan atau sreg dan menjiwai yang mana. Penulis spesialis atau Penulis Generalis. Betul, tidak?
Selamat memilih. Dan tolong satu saja pesan saya kepada Anda: Saya sudah menghargai pilihan Anda maka hargai juga pilihan saya untuk lebih memilih menulis blog dengan tema generalis. Adil, kan?
Catatan:
Artikel ini saya tulis karena saya tersengat setelah membaca tulisan sahabat blogger saya, Mas Widodo di artikelnya yang berjudul "Sudah Terlanjur Basah..." Silahkan Anda berkunjung ke sana juga sehingga Anda lebih memahami latar belakang masalah dari topik yang saya tulis ini.
Sumber Foto: generalspecialis
Minggu, 09 Januari 2011
Apakah Keahlian Menulis Berkorelasi Positif Dengan Kemampuan Berbicara?
Di artikel saya sebelumnya, baca "3 Kerugian Kalau Anda Tidak Suka Menulis" sempat saya ada diskusi menarik dengan dua orang sahabat blogger saya, Mas Widodo dan Mbak Hani tentang apakah seorang penulis yang baik sekaligus seorang pembicara yang baik. Dan begitu pun sebaliknya, apakah seorang pembicara yang baik sekaligus juga penulis yang baik.
Kalau dalam contoh tulisan saya kemarin sempat saya berikan contoh kasus. Prakteknya, banyak kawan-kawan saya di level manager yang pandai berbicara, pandai memimpin meeting (rapat) tapi tulisannya hanya biasa-biasa saja, tak semenarik bicaranya bahkan beberapa diantaranya samasekali tak bisa menulis.
Kalau menurut pendapat Anda bagaimana seharusnya? Apakah keahlian menulis dan berbicara memang seharusnya berkorelasi positif? Atau apakah keahlian menulis yang lebih sulit dari berbicara? Atau sebaliknya, keahlian berbicara lebih sulit ketimbang menulis?
Sebelum Anda menjawab pertanyaan saya di atas ada baiknya Anda simak ketiga contoh tokoh di bawah ini. Tokoh ini sangat terkenal dengan keahlian berbicaranya dan sekaligus salah satunya juga pintar menulis. Tokoh pertama seorang dai kondang sejuta umat bernama K.H. Zainuddin MZ, tokoh kedua seorang sastrawan, wartawan juga seorang filsuf (pemikir) bernama Goenawan Mohamad. Dan tokoh ketiga bernama Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Mari kita bahas satu persatu.
K.H. Zainuddin MZ
Siapa yang tak kenal dengan tokoh K.H. Zainuddin MZ? Tokoh ini sangat terkenal dengan ceramahnya yang memikat, bisa menyihir banyak jamaahnya karena kepiawaian tokoh ini dalam memberikan pidato atau ceramah agamanya. K.H. Zainuddin MZ adalah seorang orator ulung. Semua orang tak akan bisa menyangkal fakta ini.
Namun bagaimana dengan tulisannya?
Ada seorang penulis bernama M. Arief Hakim yang mengatakan tulisan K.H. Zainuddin MZ ternyata tak sebagus pidatonya. Tulisannya, masih kata penulis itu, terasa dangkal, tidak komunikatif, dan tidak sistematis. Selain itu, gaya bahasa dan kalimat-kalimat yang dirangkainya juga terasa kurang bagus dan kurang menarik.
Benarkah begitu? Ehm, kalau saya sendiri memang belum pernah menemui dan membaca satu pun tulisan K.H. Zainuddin MZ di media. Atau apakah ini tanda atau salah satu bukti bahwa K.H. Zainuddin MZ memang kurang piawai menulis sehingga amat jarang menulis dan tulisannya tak banyak yang kita temui di media?
Contoh pertama, K.H. Zainuddin MZ ini menegaskan fakta bahwa keahlian berbicara ternyata tidak sekaligus berkorelasi positif atau otomatis juga pintar menulis.
Goenawan Mohammad
Goenawan Mohamad adalah salah satu contoh tokoh idealis yang keberadannya satu persatu mulai langka di negeri ini. Anda masih ingat dengan peristiwa beberapa bulan yang lalu ketika Goenawan Mohamad mengembalikan uang hadiah dari Bakrie Award beserta bunganya kepada yayasan milik Aburizal Bakrie. Silahkan baca artikel saya yang ini, baca "Alasan Goenawan Mohamad Mengembalikan Bakrie Award Membuat Saya Jadi Sedih" kalau Anda belum sempat membacanya.
Goenawan Mohamad ini adalah salah satu contoh penulis yang baik. Tulisan-tulisan Goenawan Mohamad sangat memikat karena tulisannya sangat terjaga tata bahasa, irama dan konsistensi kualitasnya di setiap tulisannya. Tetapi, sekaligus tulisannya punya banyak variasi dalam pembukaan dan ending dengan nada, cara, dan teknik yang sangat bervariasi, sehingga terasa indah dan enak dibaca. Tulisan Goenawan Mohamad tidak berkesan menggurui tapi mengajak berpikir kepada pembacanya.
Lalu bagaimana dengan kemampuan berbicara Goenawan Mohamad? Ternyata kemampuan berbicara Goenawan Mohamad tak sebagus tulisannya, sebagus lirik puisi-puisi ciptaannya yang sangat kuat dan memukau. Gaya dan retorika pidatonya cenderung datar-datar saja dan kurang memikat. Saya mengatakan kurang memikat di sini bukan tidak berbobot, ya. Tidak. Tapi hanya cara menyampaikannya saja yang kurang menarik.
Saya tak hendak mensejajarkan diri dengan Goenawan Mohamad, tetapi faktanya betapa apa yang terjadi pada Goenawan Mohamad ini sedikit mirip dengan kasus diri saya. Saya merasa, meski waktu dulu masih menjadi seorang supervisor di Malang pernah juara 2 dalam lomba presentasi sesama teman supervisor di perusahaan tempat saya bekerja tapi saya tetap merasa gaya pidato atau presentasi saya jelek. Saya boleh Narsis sedikit, tetap tak semenarik seperti tulisan saya yang kata beberapa kawan saya katanya menarik. He He.
Semoga Anda setuju dengan saya, terlebih kalau Anda adalah seorang intelektual sebuah pidato menarik atau tidak seharusnya bukan dari bungkusnya, cara menyampaikannya, tapi dari bobot isi materi atau pesan yang disampaikannya. Betul?
Emha Ainun Nadjib
Sengaja saya tak memberikan predikat apa-apa kepada tokoh satu ini di awal paragaraf saya di muka. Cak Nun begitu Emha Ainun Nadjib sering disapa adalah salah satu tokoh langka yang tak banyak dan sedikit mirip dengan Goenawan Mohamad karena kelangkaannya ini. Mengapa langka? Karena sulitnya mendiskripsikan tokoh yang satu ini dengan baik yang lebih tepat tokoh apa Cak Nun ini. Karena hampir semua predikat bisa disandanganya dengan baik. Dibilang seorang Agamawan iya karena Cak Nun memang salah satu tokoh Islam. Namun selain dia seorang tokoh agama, Cak Nun juga sekaligus seorang penulis, seniman, budayawan, sastrawan, dan sekaligus cendekiawan.
Kalau Anda tetap bertanya ke saya Cak Nun itu sebetulnya yang paling pas tokoh apa? Saya tetap hanya bisa bilang saya tak bisa jawab karena sangat jarang menjumpai seorang tokoh yang bisa menguasai banyak talenta seperti Cak Nun ini.
Nah, dalam hal menulis dan berbicara pun demikian, kemampuan menulis Cak Nun sudah tidak bisa diragukan lagi karena sudah banyak buku-bukunya tersebar di toko buku, baik buku sastra seperti kumpulan cerpen, novel dan buku-buku tentang politik dan agama. Dan yang terpenting kemampuan pidato atau berbicaranya sama-sama baiknya dengan kemampuan menulisnya.
Terakhir sekarang kesimpulannya: Apakah Keahlian Menulis Berkorelasi Positif Dengan Kemampuan Berbicara? Saya rasa pertanyaan ini kurang tepat jadi Anda tidak usah repot-repot menjawabnya karena prakteknya kebanyakan memang sangat jarang menjumpai orang yang bisa seperti tokoh Cak Nun yang multi talenta itu, pandai menulis juga pandai berbicara. Yang lebih tepat pertanyaannya sebetulnya adalah Apakah seorang pembaca yang baik adalah sekaligus penulis yang baik?
Nah, jika Anda tertarik dengan tulis-menulis dan ingin tahu bagaimana ciri-ciri pembaca yang baik, silahkan lanjutkan baca artikel saya yang ini "Membaca Kreatif Untuk Kreatif Menulis" dan artikel "Inilah 15 Ciri Pembaca Kreatif". Semoga tulisan ini bermanfaat dan selamat menulis!
Sumber Foto: Writing & Speaking
Jumat, 07 Januari 2011
Inilah 3 Kerugian Kalau Anda Tidak Suka Menulis
Kalau di artikel sebelumnya saya sempat menulis tentang 3 Keutungan Yang Akan Anda Dapatkan Dengan Menulis, maka kali ini saya ingin menulis sebaliknya. Yaitu apa, sih yang menjadi kerugian Anda kalau tidak suka menulis? Apa sebegitu penting keahlian tulis-menulis dibutuhkan di bidang pekerjaan Anda?
Saya harap Anda setuju dengan saya, bukankah hampir tidak ada satupun pekerjaan modern yang menuntut untuk berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain bisa dipisahkan dari unsur yang namanya tulis-menulis. Betul? Bukankah seringkali koordinasi dengan bawahan dan relasi Anda tidak selalu melalui komunikasi verbal secara langsung, tapi juga lewat tulisan, bukan?
Nah, saya akan berikan 3 saja contoh praktis di lapangan terkait kebergunaan keahlian menulis dalam dunia kerja offline. Saya akan paparkan terutama dari sisi apa, sih yang menjadi kerugiaannya kalau Anda tidak menyukai bidang tulis-menulis. Silahkan Anda simak baik-baik pemaparan saya berikut berdasarkan pengalaman pribadi saya serta pengamatan saya kepada rekan-rekan kerja di tempat pekerjaan saya.
1. Anda kesulitan menulis surat
Kalau Anda bekerja di sebuah perusahaan, terlebih Anda sudah duduk di level managerial rasanya hampir bisa saya pastikan sulit untuk bisa melepaskan diri dari yang namanya membuat surat, baik surat untuk korespondensi antara Anda dengan rekan-rekan kerja Anda, maupun surat-menyurat dengan relasi di luar perusahaan Anda. Betul?
Prakteknya, saya sering menemui orang yang sangat kesulitan untuk menulis surat ini walau itu hanya menulis tulisan selembar saja. Karena apa? Penyebabnya karena dia samasekali tidak suka dan terbiasa untuk menulis. Itu contoh yang pertama yang paling parah. Contoh yang kedua, saya juga beberapa kali menjumpai kawan saya yang butuh berjam-jam hanya untuk menulis surat atau email pendek saja.
Pertanyaan saya kepada Anda mengapa ada orang yang begitu kesulitan menulis surat? Jawabnya, yang menjadi penyebabnya sangat jelas karena orang tersebut pertama tidak pernah pacaran seperti di era jaman muda saya dulu yang masih suka pacaran pakai surat-suratan. He He He. Kedua, sudah jelas karena orangnya memang tak suka samasekali dengan kegiatan tulis menulis apalagi ngeblog sama seperti saya ini. Karena kalau orang sudah terbiasa menulis, menulis surat itu menjadi pekerjaan sepele yang sangat mudah. Ini kerugian yang pertama.
2. Bahasa Anda kurang logis dan sulit dicerna orang lain
Anda jangan berpikir dan selalu menyimpulkan kalau lulusan sarjana S1 dan level seorang manager selalu tulisannya lebih baik, tidak selalu. Yang seringkali terjadi justru sebaliknya. Saya banyak menjumpai rekan-rekan kerja saya yang notabene bukan orang biasa apalagi bodoh tapi tulisannya bertolak belakang, samasekali tidak mencerminkan kalau dia itu seorang intelektual apalagi level seorang manager sebuah perusahaan besar.
Mengapa saya berani mengatakan begitu, kalau kawan saya tersebut bahasa tulisannya tidak mencerminkan seorang intelektual dan seorang manager? Karena cara dia menulis sangat berbeda jauh dengan kepandaian bicaranya saat memimpin rapat. Cara menulisnya tidak logis, kalimatnya tidak runtut, berputar-putar sehingga sulit sekali untuk dicerna. Padahal, seandainya saja dia suka dan sering menulis saya jamin tulisannya tidak akan seperti itu. Berputar-putar tak karuan yang membuat orang bingung menangkap inti pesan yang disampaikannya.
Nah, kerugian kedua kalau Anda tidak suka menulis, tulisan Anda akan menjadi kurang logis dan sulit dicerna oleh orang lain karena tulisan yang baik hanya bisa didapat kalau Anda sering menulis. Anda jangan pernah berpikir hanya berbekal belajar teori tata bahasa saja Anda sudah pandai membuat tulisan yang baik? Tidak. teori saja tak cukup, Anda butuh sering praktek menulis.
3. Ketergantungan yang tinggi kepada orang lain
Anda pernah bepergian keluar negeri? Coba bayangkan misalnya Anda tidak menguasai bahasa penduduk setempat, terus penduduk di situ juga tidak menguasai bahasa Anda dan juga tidak menguasai Inggris. Bagaimana cara Anda berkomunikasi dengan orang-orang tersebut? Pengalaman ini pernah saya alami saat berkunjung ke negeri gajah putih Thailand. Dan analogi ini sangat berhubungan dengan kondisi yang dialami oleh orang di perusahaan yang tidak suka menulis.
Pertanyaan saya bagaimana cara saya berkomunikasi dengan orang-orang Thailand tersebut? Tentu yang paling mudah adalah pakai jasa Tour Guide atau seorang penerjemah yang menjadi mediator saya dengan orang Thailand tersebut untuk berkomunikasi. Contoh ini persis seperti di pekerjaan pun begitu saya mempunyai contoh nyata, benar-benar nyata, kawan saya seorang manager yang kemana-mana selalu butuh sekretaris untuk sekedar memberikan instruksi singkat (memo) ke bawahan apalagi menulis dan membalas email. Orang ini kemana-mana sulit untuk dipisahkan dengan sekretarisnya. Mengapa? Karena memang dia tidak bisa dan terbisa menulis dan membuat tulisan yang kalimatnya baik dan enak dibaca oleh bawahannya.
Ini kerugian ketiga kalau Anda tidak suka menulis. Anda sangat tergantung dengan orang lain. Anda tidak mandiri.
Itulah setidaknya minimal 3 (tiga) hal kerugian yang akan Anda alami di bidang pekerjaan jika Anda tidak suka menulis. Bagaimana dengan Anda sendiri? Apakah Anda masih sering kesulitan untuk menulis?
Sumber Foto: Secretary
Selasa, 04 Januari 2011
Mengapa Blog atau Website Cepat Gulung Tikar?
Saat ini begitu mudah orang untuk membuat blog dan situs (website). Hanya berbekal dengan keahlian komputer standar saja Anda sudah bisa bikin blog/situs hanya dalam hitungan tidak kurang dari 5 menit saja. Karena begitu mudahnya pernah saya tulis di artikel ini, baca Kuburan Dunia Maya, sampai-sampai Rick Klau, Manager produk Google pernah mengatakan:
"Dalam dua tahun terakhir saja, jumlah orang yang berkontribusi ke blog telah melonjak lebih dari dua kali lipat, dan setiap detik setiap harinya blog baru dibuat di Blogger.com.”
Anda bisa bayangkan betapa banyaknya blog lahir setiap harinya karena kemudahan bikinnya ini dan itu baru di Blogspot, belum blog-blog yang lainnya. Dan kalau mau yang lebih keren lagi Anda tinggal beli blog jadi dengan harga tak terlalu mahal. Hanya berbekal uang beberapa ratus ribu rupiah saja Anda sudah bisa punya blog keren dengan nama domain dan hosting sendiri. Jadi, sekali lagi betapa mudahnya sekarang ini untuk membuat blog/situs.
Namun, di sisi lain banyak pemula yang belum tahu atau belum menyadarinya di awal kalau mengelola blog/ situs itu tak hanya sekedar itu. Semudah bikinnya tapi tak semudah mengelolanya. Yang banyak terjadi sudah capek-capek bikin blog di awal, sudah banyak keluar duit untuk berlangganan internet, sewa hosting segala macam terus bingung mau ngapain selanjutnya? Akhirnya, ya blog/situsnya menjadi terlantar kemudian gulung tikar.
Jika tujuan kita ngeblog untuk cari uang, terus setelah mendapati cari uang di internet ternyata tak semudah seperti iklan yang dibombardir oleh kampanye media di internet akhirnya apa yang terjadi? Ya nyerah dan jadilah blog/situs gulung tikar sebelum waktunya atau lebih cepat tamat dari bayangan awalnya.
Bayangkan saja di level corporate pun masih banyak yang menganggap keberadaan situsnya sebagai pelengkap saja, bukan alat marketing atau semacam portofolio yang mewakili corporatenya di dunia maya.
Anda ingin bukti?
Contoh, saya pernah dikecewakan oleh perusahaan waralaba asing sekelas J.CO Donuts. Anda perlu tahu sebuah web corporate besar sekelas J.CO Donuts pun adminnya sedemikian payah sampai-sampai tak tahu webnya sudah Bandwidth Limit Exceeded (kuotanya sudah habis) di akhir bulan sehingga sudah tidak bisa diakses lagi . Terus, mesin auto-responder untuk jawab email pelanggan aja tak punya. Respond menjawab email keluhan pelanggan juga sangat lama. Akhirnya, setelah masuk Surat Pembaca baru mereka cepat-cepat ambil action. Ironi, bukan kalau melihat besarnya perusahaan dan melihat dia sebagai perusahaan waralaba yang mengadopsi management asing?
Bukankah itu sebagai bukti nyata bahwa website ternyata bagi sebagian perusahaan hanya sekedar pelengkap saja. Bukan diperlakukan sebagaimana mestinya, layaknya kantor beneran yang ada di dunia nyata untuk melayani pelanggannya. Sekali lagi, itu sekedar bukti bahwa website belum dianggap sebagai sesuatu yang penting di mata perusahaan sehingga jika sesuatu saja sudah dianggap tak penting tentu wajar jika ada website cepat gulung tikar dari prediksi awal dulu waktu membuatnya.
Dan satu lagi, serta buruknya pengelolaan website itu sendiri yang mengabaikan unsur-unsur bagaimana seharusnya mengelola sebuah situs itu telah turut serta memperparah keadaan. Contohnya, mengabaikan unsur pendukung website seperti marketing/promosi dengan pemberian ezine dan newsletter yang menarik. Terus penerapan teknik SEO, penerapan kemudahan (aksesibilitas & usability) web, interface yang baik dan user friendly bagi pengunjung web, dan pengetahuan lain-lain bagaimana mengelola dan mengembangkan blog/situs agar semakin dikenal, banyak trafik dan disukai pengunjung.
Jadi kesimpulannya mengapa ada website yang cepat gulung tikar? Ya, karena beberapa alasan di atas, karena pertama yang bikin tak punya tujuan atau punya visi yang jelas. Atau kedua, punya tujuan tapi tidak konsisten dengan tujuan semula mengapa bikin blog/website tersebut. Ketiga, yang mengelola situsnya memang bangkrut. He He He. Kalau yang ini sudah jelas dan tak perlu dibahas karena sudah otomatis.
Catatan:
Artikel ini saya tulis karena saya ingin menanggapi artikel sahabat blogger saya, Mas Andi Sakab di artikelnya yang berjudul: "Mengenal Apa Itu Bottom Line" Silahkan Anda berkunjung ke sana juga agar lebih memahami latar belakang topik yang saya bahas di tulisan ini.
Sumber Foto: Closed