Dewasa ini ada kecenderungan orang sebelum memutuskan memilih sebuah merk akan googling dulu mencari kelemahan produknya di internet. Mengapa? Masalahnya, kalau melihat kelebihannya sudah banyak yang mengkampanyekan. Itu sudah ada di iklan-iklan. Bayangkan, rata-rata blogger banyak yang mahir SEO sehingga bukan sesuatu yang mustahil tulisan kritik yang berisi kelemahan suatu produk bisa menguasai SERPs (hasil pencarian) Google. Ini tentu saja kurang menguntungkan dari sisi marketing buat brand yang dikritik. Betul?
Sebagai orang corporate, selain sebagai blogger, saya sadar betul tulisan-tulisan berupa keluhan dan kritik itu adalah pil pahit, momok menakutkan buat corporate marketing sebuah brand. Corporate yang sangat concern dengan service pasti tidak akan main-main dengan hal seperti ini. Pasti akan cepat untuk merespond complain agar tak berkembang menjadi opini negatif yang merusak citra brandnya. Terlebih informasi di internet yang begitu cepat menyebar luas bak virus worm.
Kalau corporate pandai dalam melakukan handling complainnya sebetulnya, ini yang penting, justru bagus, kritik bisa berbalik arah menjadi marketing positif buat brandnya. Perusahaan justru dapat impact marketing tanpa mengeluarkan cost marketing yang besar seperti halnya beriklan karena sudah diiklankan secara otomatis gara-gara complain ini. Hanya sayangnya tak semua corporate mampu melakukannya. Tak semua corporate berhasil menyelesaikan complain dengan customernya dengan berakhir manis.
Banyak orang, salah satunya tentu Anda, sangat paham bahwa dengan menulis complain di Surat Pembaca, blog dan social media maupun milis, mau tak mau akan memaksa corporate untuk menanggapi keluhan kita. Saya pun jika pakai jalur resmi sudah mentok pasti akan menempuh jalur ini. Menulis di internet, bisa ke blog saya, lewat social media (facebook dan twitter), kirim ke milis-milis maupun ke Surat Pembaca.
Dan sejauh ini jurus itu masih sangat ampuh buat memaksa corporate pemilik brand yang saya complain akhirnya menanggapi dan menyelesaikan complain saya. Saya sudah berkali-kali membuktikannya. Bisa Anda baca di artikel saya di bawah ini:
- Pelayanan di J.CO Donuts Ternyata Tak Seenak Donatnya
- Promosi Marketing Menipu Pelanggan di Ultah Telkomsel ke-16
- Telkomsel Terlalu Berlebihan Memperlakukan dan Mencurigai Pelanggan Kartu Halo.
Nah, lewat tulisan ini saya akan berbagi tips kepada para corporate marketing seperti Anda. Bagaimana cara menghadapi complain blogger kritis agar tidak menjadi penghalang kampanye marketing corporate Anda.
1. Melalui iklan advertorial di blog
Karena saya juga seorang blogger tentu saja saya juga tahu apa yang menjadi kelemahan seorang blogger agar tidak kritis mengkritisi brand perusahaan Anda. Caranya? Pakai media periklanan melalui blogvertorial. Anda rangkul bloggernya sebagai publisher agar menjadi alat marketing Anda. Contohnya, bisa melalui broker (agregator) periklanan internet semacam jaringan IBN. Atau bisa secara langsung menghubungi bloggernya. Nanti pasti bloggernya akan pekewuh (sungkan) kalau mau mengkritik perusahaan Anda.
Ingin bukti? Banyak contoh kasus blogger kritis hilang kekritisannya dan akhirnya melunak setelah dirangkul oleh advertiser setelah menulis job review berbayar (advertorial). Baca ulasan saya di artikel ini “Apakah Seorang Blogger Publisher Harus Hilang Kekritisannya?” Ini tips cara menghadapinya yang pertama. Melalui iklan advertorial di blog.
2. Melalui kopdar dengan blogger
Tips kedua, dekatilah secara personal dan rangkul lah blogger yang lagi ada masalah dengan produk Anda. Bisa dengan cara mendatangi atau mengundangnya untuk mengajaknya kopdar. Cara ini bisa Anda gunakan apabila menghadapi blogger-blogger kritis tapi sangat idealis. Blogger idealis, yaitu blogger yang murni kolumnis, ngeblog tidak karena cari uang biasanya memang agak sulit dijinakkan. Tapi blogger juga manusia, kok. Jika mereka didekati dan diajak bicara secara baik-baik tentu saja mereka mau berkompromi.
3. Melalui komunitas blogger
Terakhir, tips yang ketiga. Kebanyakan blogger memiliki sebuah komunitas. Coba dekati komunitasnya. Ajak mereka berbicara. Biasanya sebuah komunitas mempunyai agenda-agenda tertentu. Nah, tentu tak ada salahnya Anda menjadi sponsor untuk mendanai kegiatan komunitas mereka. Cara ini sangat efektif membuat mereka jadi merasa dekat dengan corporate Anda. Sehingga, mereka pasti akan segan bila mengkritik Anda di internet. Jika ada masalah mereka akan langsung berbicara mengkomunikasikannya dengan Anda. Selebihnya, blogger karena kegemarannya menulis biasanya secara tidak langsung akan menulis kegiatan-kegiatan komunitasnya sehingga secara tak langsung produk Anda akan teriklankan di internet.
Demikian sedikit tips dari saya. Semoga tips ini bisa membantu Anda. Dan lewat tulisan ini saya menawarkan bilamana Anda membutuhkan kampanye marketing melalui jalur blog, baik melalui advertorial maupun banner saya membuka tawaran kepada Anda. Silahkan hubungi saya melalui form Contact blog ini, terima kasih.
Sumber Foto: Corporate Marketing|Advertorial Blog|Karir|Community
Kalau mengiklan atau mendekati dengan tujuan agar blogger segan mengkritik saya rasa ini langkah yang salah kaprah pak.
BalasHapusHarusnya mulai dengan mau mendengarkan kritik dan memperbaiki produk. Tentu saja komunikasi dengan blogger penting tapi kalau tidak memperbaiki diri, ya ujung-ujungnya dikritik lagi. Nanti dibilangnya terlalu sibuk dengan pencitraan. :)
Jadi ingat dengan pemimpin di negeri ini yang mabok pencitraan. ^_^*
Jeprie:
BalasHapusTerima kasih poin tambahannya, Mas Jeprie. Setuju, pendekatannya harus dibarengi dengan perbaikan dari produknya itu sendiri. Ini yang penting selain pendekatan marketing ke bloggernya itu sendiri. Jika tidak, ya percuma saja karena tetap akan dikritik lagi.
tetep cara cara ini menurut saya ampuh sebagai PR corporate, meskipun permasalahan tidak 100% dapat diselesaikan :D
BalasHapusjarwadi:
BalasHapusBetul, Mas. Cara-cara ini sudah lazim digunakan para corporate. Contoh, cara nomor 2 di perusahaan saya juga kami lakukan kalau ada customer yang complain. Kami mendatanginya dan meminta maaf atas pelayanan kami yang mengecewakan.
Wah saya belum belajar soal ini, Pak..
BalasHapusTapi pendapat awal saya sih blogger itu harus mengungkap fakta yang ada dengan sudut masing-masing..
tapi sayangnya banyak perusahaan yang dikomplain masih berulah, apa dia ngga lihat di dunia maya ya kalo banyak yang komplain. operator tri contohnya...
BalasHapusgiewahyudi:
BalasHapusMaksudnya belajar di sisi corporate marketingnya, Mas? Kalau yang jadi publishernya Mas Gie sudah belajar, kan? Karena saya lihat sudah jadi publisher dan pernah nulis job review IBN.
Abdul Hakim:
Kalau operator kelas dua kayak mereka saya sudah menutup mata, Mas. Kalau mereka kurang respect dengan konsumen kayak kita jadi ngapain juga kita milih mereka. Betul? Saya juga punya pengalaman dengan AXIS. Kurang lebih sama. Lha, dia aja bingung dengan masalahnya sendiri waktu saya datangi gerainya yang di Jogja.
Tips-tipsnya sangat masuk akal Pak. Saya kalau didekati (apalagi kalau sudah dikasih fasilitas yang memuaskan), saya mungkin akan sungkan atau sulit untuk mengkritiknya.
BalasHapusTapi saya belum punya pengalaman soal itu, sehingga idealisme saya belum teruji. Apa pun itu, yang penting jika ada yang dirasa kurang memuaskan atau menyebalkan, sebaiknya tetap dikemukakan. Tentunya didasari oleh fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Bukan sekadar asumsi yang lemah secara ilmiah maupun empiris.
Misalnya ada yang mengkritik bahwa koneksi produk A lelet minta ampun. Tentunya sebelum mengkritik begitu, kita harus menilai kualitas sinyal di lokasi tempat kita berada, apa jenis sinyal yang kita tangkap, bagaimana kondisi perangkat keras maupun lunak yang kita gunakan, dsb. Termasuk bagaimana pengalaman pengguna lain di lokasi yang sama.
Kayaknya tip ini memang cocoknya untuk corporate kelas atas, Pak ya. Mereka cukup peka, dan tahu cara yang persuasif dalam menghadapi kritik atau komentar negatif. Kalau corporate kelas dua atau level bawah, biar dikritik sekeras apa pun pura-pura nggak dengar, atau bisa jadi mereka malah balik nuntut.
BalasHapusiskandaria:
BalasHapusSaya yang kayaknya harus diuji berkali-kali idealismenya, Mas Is. HeHe.... Dan ini memang sulit. Kalau mereka (corporate) sudah merangkul mendekati kita pasti saya pun akan pekewuh (sungkan) kalau mengkritik pedas lagi. Kalau dulu mungkin saya termasuk keras dalam mengkritik maka kini saya harus sedikit kompromi kalau dalam urusan kritik mengkritik.
Contoh, hari Sabtu (11/06) kemarin saat saya kopdar dengan orang corporate Telkomsel. Managernya sendiri ngomong ke saya kalau membuka diri siap untuk dikritik, kalau memang Telkomsel ada kekurangan. Dan hari Senin malam (13/06) saat koneksi Flash saya trouble saya juga tetap complain ke mereka. Hanya complainnya saya tidak nulis di blog lagi tapi pakai jalur privat.
Ya, mungkin bedanya sekarang jika ada sesuatu masalah saya tetap mengkritik tapi lebih memilih jalur personal. Tidak secara terbuka kayak dulu lagi dengan menulis di blog apalagi sampai menyebarkannya ke milis.
Hoeda Manis:
Betul, Mas Hoeda. Sulit kalau kita berharap semua corporate terutama yang kecil mau melakukan ini. Mungkin mereka juga terbentur oleh minimnya budget marketingnya. Logikanya, kalau produknya saja tidak berkualitas bagaimana mungkin mereka melakukan pelayanan dengan teknik corporate marketing yang baik.
Sampai bingung mau komentar apa,, saya seneng sekali baca tulisan ini, benar2 sebagai penengah antara blogger dan corporate,, semoga lewat tulisan ini akan semakin erat jalinan antara corporate dan blogger, dan semakin sadar kekuatan sebuah blog.,
BalasHapusdan paling seneng kutipan ini : "bilamana Anda membutuhkan kampanye marketing melalui jalur blog, baik melalui advertorial maupun banner saya membuka tawaran kepada Anda. Silahkan hubungi saya melalui form Contact blog ini, terima kasih."
Silakan hubungi saya juga hahahahahaha
menurut saya mengutamakan kualitas product itu sangat penting.
BalasHapusSalam sejaterah dan adem ayem
wah bisa dicoba triknya buat para korporat, tapi apa iya tu korporat mau pakai triknya ya om, hehe tau dah ah
BalasHapusOh iya, blogger kolumnis memang sulit dan teramat sulit. Alot bahasa dagingnya, padahal blogger punya jalannya sendiri dan itu memang ciri khas. Saya selama ini sempat berkomen ria di antara blogger alot, tapi ya itu. Dalam bayangan mereka menulis hanya sebuah catatan harian, bahkan soal ngga gosok gigi juga di posting! Tapi itulah, mereka bisa dalam satu komunitas dan hidup hanya dengan saling komen.
BalasHapusHENDRIK LIM:
BalasHapusWah, terima kasih Pak sudah mau berkunjung kembali ke blog saya di sela-sela kesibukan Pak Hendrik Lim. :)
Tentang alamat dan nomer HP yang bisa dihubungi dalam sebuah produk, benar, Pak. Saya juga melihat hal yang sama pada produk-produk consumer goods semacam dari PT Unilever, malah bebas pulsa lagi nomor call centernya. Saya kebetulan pemakai produk Unilever. Ya, perusahaan yang mengerti pasti akan menyediakan saluran pengaduan ini. Daripada harus dikomplin lewat media itu lebih menyita waktu. Terima kasih poin contoh tambahannya, Pak.
MisterXWebz:
Saat ini kalau saya berpendapat banyak para corporate marketing yang mulai menyadari akan potensi besar marketing lewat corong blogger, Mas, selain sisi kritiknya yang menjadi momok sehingga mereka mulai melirik pasang iklan di blog. Ini bisa dibuktikan di IBN. Klien advertisernya yang sudah mencapai puluhan dan semuanya hampir adalah brand-brand (corporate) besar.
Mumpung tipsnya buat corporate, Mas. Siapa tahu ada orang marketing corporate mampir baca ini dan tertarik untuk ngiklan di blog saya, makanya saya beri kata-kata penutup itu sekalian jualan. Ha..Ha...Ha... Namanya juga usaha :D
andipeace:
Kualitas produk itu penting dan wajib. Betul itu, Mas. Tapi kualitas produk juga butuh diiklankan juga agar laku. Jadi saling mendukung antara kualitas produk dan marketing.
Putu Yoga:
Kalau corporate besar, contoh semacam dari perusahaan telekomunikasi, perusahaan consumer goods sudah banyak yang mau melakukannya, Mas. Mengiklan lewat blogger. Contoh, saya di blog ini sudah pernah dua kali nulis advertorialnya. Keduanya corporate besar.
Kaget:
Tentang blogger kolumnis, saya sendiri juga sempat jadi blogger tipe seperti itu sekian lama, Mas. Sekitar 2 tahunan di blog ini. Ngeblog tak berharap dapat apa-apa (duit), selain hanya pertemanan dan agar eksis aja di internet. Ya, ini hanya masalah pilihan. Saya menghormati blogger yang memilih tetap menjadi kolumnis murni, berbeda dengan jalur yang saya pilih.
Betul, dua yang terakhir adalah komunitas...mbah mencoba masuk ke berbagai komunitas untuk mendapatkan hal2 seperti ini,,,
BalasHapusSaling tolong dengan sukarela sesama anggota komunitas...
Wah , boleh ini diterapin dan untuk bahan pertimbangan ...
BalasHapusbegitu googling bentar langsung nemu postingan yg sangat bermanfaat gini ...
:D
sebotol untuk author keren Joko Sutarto :)
mampir2 ke lapak saya ^^
mohon kritik dan sarannya agan2
happy posting !!!
Saya ingat seorang blogger asal Jakarta pernah mencaci sebuah perusahaan operator seluler lantaran modem yang dibelinya dari perusahaan itu lemot. Dia mendatangi kantor perusahaan itu, tapi cewek-cewek customer service di sana hanya menanggapinya dengan lips service, sehingga blogger itu makin marah. Dia meninggalkan alamat blognya di kantor itu, lalu menulisnya di blognya, tentang buruknya pelayanan perusahaan itu, dan mengancam bahwa dia akan kembali ke kantor itu dan menguji ulang modem itu di depan para customer service. Kalau modemnya masih lemot juga, dia akan menghancurkan modemnya dengan palu sampek remuk (dia bersumpah akan bawa palu sendiri), dan tindakan itu akan dia rekam sendiri pakai handycam, lalu rekaman itu akan dia upload ke YouTube.
BalasHapusRupa-rupanya perusahaan itu jiper juga akhirnya, sehingga mereka menelpon sang blogger dan mengatakan akan mengirim insinyur mereka untuk memperbaiki modem itu. Blogger itu setuju dan mengatur janji dengan insinyur itu untuk bertemu. Di tempat kopi darat, blogger itu membuktikan sendiri bahwa modemnya memang lemot, bikin si insinyur panik sampek harus mengutak-atik sistem internetnya. Terbukti bahwa kerusakan memang bukan pada modemnya, tetapi memang pada sinyal seluler si operator.
Perbaikan itu makan waktu berjam-jam, dan akhirnya ternyata si modem berhasil diperbaiki dan jadi kenceng banget. Si blogger puas, lalu menulis kejadian perbaikan itu di blognya, dan berterima kasih kepada si perusahaan operator karena telah menindaklanjuti keluhannya dengan baik.
Begitulah seharusnya korporat memperlakukan pelanggan.
Blogger sekarang bisa jadi profesi ya?
BalasHapusMbah Jiwo:
BalasHapusMasuk ke berbagai komunitas maksudnya sebagai bloggernya, apa corporate marketingnya, Mbah?
Iya, itulah gunanya ikut komunitas bisa saling support dan tolong menolong.
Botol Panjang Umur:
Terima kasih nanti saya akan mampir ke lapaknya.
Vicky Laurentina:
Ceritanya sangat menarik sekali, Mbak Vicky. Wah, sampai segitu marahnya, ya blogger itu mau bawa palu dan dihandycam segala. :D
Saya sangat appraised dengan tindakan pihak operatornya yang sangat respect dan akhirnya mau menanggapi keluhan pelanggannya. Seharusnya semua corporate begitu dalam menghandling complain pelanggannya.
Kurnia Septa:
Tentu saja bisa, Mas. Contohnya sudah banyak blogger yang menjadikan ngeblog sebagai profesinya.
Mengingat jumlah blogger di Indonesia bahkan didunia sangat banyak, memang bisa membahayakan corporate, tulisan pendek pun bisa merubah image sebuah produk dari baik menjadi sangat jelek
BalasHapusTips yg Pak Joko berikan memang baik, pendekatan persuasif kepada blogger secara langsung (orang-orang Humas biasanya melakukan ini ;) )tetapi jangan sampai proses ini hanya menjadi dalih atau lip service saja, karena menurut saya customer complain justru bagian penting bagi corporate untuk perbaikan produknya atau jasa layanannya.
Jadi kesimpulannya, jangan takut dengan kritik, selama produk kita berkualitas.
lyna riyanto:
BalasHapusSepakat, Mbak. Kualitas itu yang paling penting, yang menjadi modal dasar sebuah produk bisa diterima konsumen apa tidak. Marketing dan service itu pendukungnya. Dan kritik selama itu konstruktif (membangun) justru corporate akan suka karena dari itulah mereka bisa terus memperbaiki kualitas produk atau jasa layanannya.
Tapi sisi lain tak selamanya juga produk yang dikomplin itu buruk, sih secara kualitas. Bisa jadi karena konsumen yang kurang paham cara memakainya, ada missed dll sehingga protes komplin dan mengkritik ke produsen. Nah inilah fungsi corporate marketing untuk menangani masalah-masalah itu tadi.
mantaps, saya setuju. wah, mas joko to the point aja nih. :)
BalasHapusAndi Sakab:
BalasHapusMaksudnya yang to the point yang mana, Mas? Yang tawaran saya di ending itu, ya? HiHi...
tapi kayaknya tipsnya bisa juga dimanfaatkan oleh kompetitor untuk memompa si blogger kritis itu jadi semakin ganas dan liar.
BalasHapustitipan hangat:
saya baru saja mengerjai sebuah blog. lihat deh...
http://geovaniorlando.blogspot.com/2011/06/ekstrim-para-pekerja-cina-membangun.html
http://faceleakz.blogspot.com/2011/06/ekstrim-para-pekerja-cina-membangun.html
mudah2an si pemilik blog itu belum sadar.
faceleakz:
BalasHapusIbarat pisau bermata dua, cara ini tidak menutup kemungkinan akan dimanfaatkan secara negatif, Mas. Kalau ndak salah itu istilahnya adalah Black Campaign. Bagaimana mengungguli kompetitor (pesaing) dengan cara-cara menjatuhkannya agar menang dalam kompetisi. Betul?
*** BTW, Asli Titipan Hangatnya bikin saya ngakak. Gitu sesekali para pencopas dikerjai aja biar jera. HaHaHa
Banyak juga ya cara untuk brandding corporate di dunia online.
BalasHapus