Selasa, 21 Juni 2011
Persamaan Antara Pengacara, Pengendorsement, dan Penulis Advertorial
Persamaan antara pengacara, pengendorsement dan penulis advertorial (Publisher) kalau saya tarik pakai benang merah adalah sama dari satu sisi. Ada persamaan dari sudut yang sama dalam melihat dan bersikap, sama-sama menggali kelebihan yang ada pada kliennya. Menutup mata, atau lebih tepatnya tidak akan mengungkap apa yang menjadi kekurangan pada kliennya.
Mari kita bahas satu persatu. Saya mulai dari pengacara. Pengacara seringkali dipahami oleh orang awam, termasuk saya dulu, sebagai pekerjaan membela orang yang bersalah. Banyak orang beranggapan orang salah, kok masih dibela. Contoh terdakwa pembunuh mengapa harus dibela? Biarin, toh biar dihukum seberat-beratnya. Itu kebanyakan pernyataan orang yang kurang mengerti hukum. Maaf, saya juga bukan orang hukum jadi tolong Anda luruskan jika opini saya ada yang kurang tepat.
Tugas pengacara bukan membela orang salah. Betul? Tapi menggali dan membela kebenaran. Artinya, kalaupun yang dibela meskipun bersalah, tujuan dari pembelaannya adalah untuk mencari kebenaran. Untuk membela agar si terdakwa tidak terlalu dianggap bersalah yang melebihi dari kesalahan yang seharusnya tidak ditimpakan kepadanya. Pendeknya, jangan sampai terdakwa dihukum lebih berat dari kesalahan yang dia perbuat. Terlebih, jika terdakwanya tak bersalah. Jangan sampai yang tak salah terhukum. Nah, itu adalah tugas pengacara.
Sekarang pengendorsement. Apa itu Endorsement? Anda hobi baca buku? Pernah lihat endorsement di sampul sebuah buku? Itu loh kata-kata testimonial advertising berisi review singkat tentang kelebihan dari sebuah buku.
Biasanya para pengendorsement itu orang terkenal. Bisa seorang tokoh sesama penulis, lembaga, atau bisa juga seorang publik figur lainnya. Tujuan dari endorsement jelas, untuk memberi apresiasi (penilaian) postif kepada bukunya agar buku yang diendorsement dibaca dan dibeli orang. Artinya, sang pengendorsement hanya mengulas dan memberi review di sisi positif tentang apa yang menarik dari isi bukunya. Sisi negatif tidak akan diulas.
Itu yang sedikit membedakan antara endorsement dengan Resensi Buku. Pada resensi buku akan membedah dan mengulas kelebihan dan kekurangan sebuah buku sekaligus. Dan biasanya resensi buku cenderung lebih independence. Ini berbeda dengan endorsement yang ditulis sesuai permintaan penulis bukunya.
Terakhir, penulis advertorial juga punya kemiripan dengan pengacara dan pengendorsement. Mereview dari sudut pandang yang menjadi kelebihan dari produk yang direview. Sama seperti tugas pengacara. Tugas penulis advertorial (publisher) menggali sebanyak-banyaknya apa-apa yang menjadi kelebihan suatu produk yang diiklankan agar orang yang membaca advertorialnya menjadi tertarik sehingga memutuskan membeli produk yang direview.
Kesimpulannya, diantara ketiganya, Pengacara, Pengendorsement, dan Penulis Advertorial bukankah ketiganya sama? Sama-sama mengulas sisi kelebihan dari kliennya tapi menutup mata akan kekurangannya. Jadi kesimpulannya: Pertama, kalau Anda membeli buku jangan hanya baca endorsementnya saja tapi lihat juga siapa penulisnya, sinopsis bukunya, dan yang paling penting ratingnya. Bukunya masuk buku laris (best seller) apa tidak. Kedua, saat membaca advertorial juga jangan mudah percaya pada reviewnya jika tidak didukung dengan fakta dan data-data yang lengkap mengenai kelebihan produknya.
Terakhir, tips buat teman-teman saya yang sering Menulis Advertorial, agar review Anda menarik jangan lupa untuk menyertakan fakta dan data-data hasil pengujian produknya seperti yang saya sampaikan di atas agar advertisernya senang dan pembaca pun tak merasa seperti disodori iklan tapi lebih mirip testimoni sungguhan.
Sumber Foto: Endorsement
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
saya termasuk orang yang tidak mau percaya sama endorsment. sekaligus beharap, para endorser (istilah untuk orang yang ngendorsment apa ya?) kalau bisa lebih pelit dalam memberikan endorsment. Sering juga kita merasa ditipu, meskipun yang memberikan endorsment penulis terkenal (pengalaman pribadi T_T).
BalasHapusmungkin begitu juga dengan penulis advertorial ya? kalau bisa, jangan bikin pembaca merasa tertipu.
Koment ini untuk Huda Tula di atas. Nggak apa-apa ya, Pak Joko? :)
BalasHapusSekadar meluruskan saja. Memang ada kalanya endorsement yang tertulis di sebuah buku terlalu bombastis atau terlalu berlebihan. Hal itu kadang karena si pemberi endorsement bahkan tidak membaca buku tersebut. Biasanya, kasus semacam itu terjadi karena (naskah) bukunya tergolong tebal, sedang si pemberi endorsement orang yang sibuk. Akibatnya, dia pun hanya membaca secara sekilas, lalu merasa cukup pede untuk memberikan endorsement. Akibatnya pula, kadang endors itu terlalu berlebihan, atau bahkan nggak nyambung. Itu kasuistis, tapi memang menjengkelkan kalau kita membeli buku tapi kemudian merasa tertipu oleh endors di sampulnya.
Oh ya, kalau nggak salah, penulis/pemberi endorsement disebut endorsee.
Huda Tula:
BalasHapusIntinya dari semuanya, baik yang beri endorsement maupun yang nulis advertorial harus jujur, tak boleh menipu. Betul sekali itu Mas Huda. Menggali kelebihan bukan berarti harus dibumbui dengan kebohongan. Betul?
Hoeda Manis:
Terima kasih tambahannya, Mas Hoeda. Saya baru tahu istilah pemberi endorsement itu "Endorsee".
Nah, Mas Hoeda, kan seorang penulis jadi sangat paham akan situasi seperti di atas dalam industri buku. Dulu, saya juga sempat berpikiran endorsee itu saya pikir dibayar seperti halnya penulis advertorial. Ternyata tidak kata teman saya yang jadi freelance di salah satu penerbit. Paling hanya diberi bukunya saja secara gratis. Karena, sudah ada simbiosis mutualisme disana. Antara penulis buku dan endorseenya.
benar sekali pak joko jangan mentang-mentang kita dapet job review kita melebih-lebihkan keunggulan prodak, kita review berdasarkan kenyataan saja. Seperti di kehidupan sehari-hari kita membeli suatu prodak dikarenakan cerita atau pengalaman dari teman, Mereka lebih percaya ucapan teman dari pada kalimat iklan, Begitu juga di dunia online kita mereview suatu prodak untuk di pasang di blog kita. Dalam rangka meciptakan minat pembaca melalu soft selling.
BalasHapusHENDRIK LIM:
BalasHapusSaya melihat para produsen mengapa saat ini mulai melirik blog karena salah satu alasannya itu, Pak. Review blogger tak mirip seperti iklan tapi lebih mencerminkan user experience. Dan ini mulai disadari oleh para produsen karena dianggap lebih mengena ke sasaran (konsumen) secara marketing. Beda kalau pasang iklan di media secara umum orang melihatnya tetap sebagai iklan.