Rabu, 13 Juli 2011
Inilah 4 Resiko Blogger (Publisher) Kalau Jadi Pengkritik
Sampai saat ini sepanjang pengamatan saya di blogosphere setahu saya tak banyak para blogger, terlebih yang merangkap jadi publisher yang tema blognya khusus membahas masalah kritik. Mengapa tidak banyak? Ya, ini sebatas opini pribadi saya, sih karena konsekuensi jadi tukang kritik itu lumayan besar resikonya. Sungguh tak mengenakkan. Dan yang jelas jika Anda tidak siap mental dengan segala resiko yang akan Anda hadapi maka pilihan paling aman dan minim resiko adalah, ya pilih jalur yang aman. Menulis yang baik-baik saja. Menafikkan fakta! Meskipun mohon maaf, ini sedikit munafik kalau menurut pendapat saya karena sudah mengingkari kenyataan yang ada ― yang sebetulnya cukup banyak yang tak beres, yang patut dan perlu dikritik.
Sekedar contoh saja, seorang blogger (publisher) kalau saya amati (kebanyakan) sangat sedikit yang berani terang-terangan mengkritik, terlebih mengkritik advertisernya. Kecuali mungkin kasus saya di posting ini, baca “Telkomsel Diam-diam Curang Dalam Paket Promo simPATI Gratis Internet Berjam-jam”.
Sebetulnya saya tak yakin jika ada sebuah brand yang tak mempunyai celah sedikitpun yang bisa dikritik. Yang jelas, yang menjadi alasan utamanya bukan belum pernah menemukan momen buat mengkritik tapi memang sengaja bermain aman. Tidak mau ambil resiko sehingga kebanyakan lebih banyak yang sebatas hanya berkeluh kesah saja, tidak mengkritik secara terbuka di internet.
Nah, saya ingin membeberkan alasan-alasannya kepada Anda yang menurut dugaan saya sebagai penghalang mengapa banyak blogger (publisher) yang lebih senang bermain aman dan tak mau ambil resiko besar dengan mengkritik. Mungkin bisa jadi empat hal ini yang menjadi alasannya.
Berikut adalah keempat alasannya. Silahkan Anda simak pemaparan saya berikut ini:
1. Dituduh inkonsisten (Plin-plan)
Alasan dituduh inkonsisten (plin-plan) ini pasti, karena bagaimana mungkin dalam satu blog bisa bersanding dua artikel setopik yang sangat bertolak belakang. Yang satu memuji mengelu-elukan dan satunya lagi complain mengkritik. Saya ambil contoh, saya pernah disindir seperti itu oleh sahabat blogger saya, Mas Lintang di artikel ini. Baca “Tawaran Menarik Dari simPATI freedom, Mau?” dan terakhir yang masih hangat di artikel terbaru saya yang ini “4 Alasan Mengapa Saya Melabeli Tulisan Berbayar Di Blog Dengan Label Advertorial”, Mas Hoeda Manis juga berpendapat sama.
Namun bedanya, Mas Hoeda Manis kali ini memberikan alasan sangat masuk akal yang justru mendukung saya tentang masalah perlunya pemberian label pada artikel advertorial. Salah satu alasannya tentu saja adalah biar pembaca tak bingung dan menuduh saya, blogger publishernya, plin-plan.
Sebuah resiko memang dituduh sebagai orang plin-plan. Sebentar memuji, sebentar kemudian complain menjelekkan. Sebetulnya saya juga bisa saja, kok bermain aman pura-pura tak tahu saja, diam, dengan kasus Pencekikan Bandwidth Telkomsel itu. Toh, itu bukan di pihak saya yang curang. Sebab awalnya saat saya tulis advertorialnya memang benar kondisinya tak begitu, tidak dibatasi bandwidthnya.
Nah, kesimpulan pertama jika Anda siap dengan resiko dituduh blogger plin-plan silahkan lanjutkan untuk mengkritik. Jika tidak, stop jangan pernah menerjunkan diri jadi pengkritik.
2. Diblacklist Advertiser
Resiko kedua ini sangat masuk akal. Karena di IdBlogNetwork, publisher yang dipilih mendapatkan job review adalah blogger yang blognya memenuhi syarat-syarat tertentu. Dan salah satu penentu terpilihnya atau yang memberikan syaratnya adalah advertisernya sendiri. Sangat manusiawi, kan bila advertisernya sampai sakit hati karena dikritik sehingga akan memblacklist publisher yang pernah menjelek-jelekkan produk brandnya di internet.
Ini resiko kedua. Jika Anda sangat berharap dapat job review dan tidak sampai dicoret dari list advertiser maka jangan pernah sekali-kali mengkritiknya. Kecuali kalau Anda lebih memilih seperti saya. Ya, memilih menyuarakan kebenaran dan kejujuran itu memang mahal harganya sehingga saya pun tak menyalahkan teman-teman publisher lain yang lebih memilih jalur aman dengan tak mau mengkritik advertiser biar aman dan lancar dapat rejeki terus dari pengiklan.
3. Dipecat sebagai Publisher
Resiko yang ketiga ini, dipecat sebagai publisher, bukan sesuatu yang tak mungkin tidak terjadi. Bisa saja karena mereka (advertiser) punya duit, punya kuasa sehingga bisa saja melakukan itu.
Namun, saya berharap mudah-mudahan ini tak sampai terjadi dan menimpah saya. Dan saya berharap jika Anda yang masih berharap terus dapat job dari pengiklan, salah satunya dari IBN, sekali lagi jangan tiru jejak saya ini. Resiko ketiga ini siap menyambut Anda, dipecat.
4. Dipenjara dijerat Pasal 27 UU ITE
Satu momok yang paling besar dan paling menakutkan melakukan kritik di internet adalah dianggap dan dituduh mencemarkan nama baik seseorang. Dan jeratnya tak main-main. Penjara selama 6 tahun siap menanti Anda sebagaimana dulu pernah dirasakan Prita Mulyasari ― yang sempat mencicipi penjara sebentar karena didakwa telah melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU ITE akibat pernah menulis email yang mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni di internet.
Ya, pasal karet UU ITE yang menuai banyak kontroversi itu sampai sekarang dianggap momok karena bisa sebagai alat penguasa, para korporat, juga orang-orang yang berduit untuk memasung kebebasan kita berekspresi di internet.
Bagi Anda yang tak mau ambil resiko sangat tidak disarankan untuk mengkritik di internet. Terlebih nyali Anda kecil kalau sudah berhadapan dengan aparat penegak hukum yang prakteknya banyak berpihak kepada yang kuat, bukan yang lemah seperti blogger kayak kita ini.
Demikian sedikit opini dari saya. Jika Anda ada tambahan atau barangkali sanggahan terkait opini saya ini saya persilahkan menambahkan. Silahkan tinggalkan tanggapan Anda dalam kolom komentar, terima kasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
itulah alasan saya kemaren ngga jadi mengkritik provider CDMA, belum ada bukti-bukti yang kuat ....
BalasHapuslha lantas bagaimana nasib pak joko di IBN?? ga di banned kan?
saya sih ikut aturan dan main aman aja pak... kan tugasnya adalah membuat job review berdasarkan user experience..
BalasHapusMemang semua pasti ada kesalahan/kekurangan tapi ya tergantung bagaimana kita menyikapi nya juga hehehe
Hmmm... serba salah dong, Mas. Enggak dikritik berasa munafik, mau mengkritik ntar gak dapat job lagi atau malah di kurung di penjara.
BalasHapusKalo saya sih, nyalinya emang kecil kok, Mas... :D
Sementara sih yang aman2 dulu wong Jobnya belum bertentangan, hehe.
BalasHapusSemoga ada job lagi wkwkwkw
Saya sih mengkritik secara halus, karena sebenarnya kritik itu ada beberapa kelas.. Hheee
BalasHapuskalo saya memang sejak awal blogging for happiness; jadi bila terjadi persinggungan, kadang saya angkat dalam artikel, tapi tidak lantas larut dalam masalah... segera saja saya coba bawa gampang dan menyenangkan... happy blogging!
BalasHapusJujur, terkadang saya merasa takut juga kalau misalnya mengkritik produk atau tempat tertentu, yang paling jadi ketakutan adalah poin ke-4, karena memang saya masih belum paham akan undang-undang.
BalasHapusBetapa kasus prita mulyasari telah memberikan banyak pelajaran dan "ancaman" bagi siapa saja yang ingin memberi kritik, meskipun itu sifatnya membangun...
hati hati lhooo pak, awas di ban sama advertiser, hehehe
BalasHapussaya yakin kalau cuman di-ban oleh advertiser atau dipecat sebagai publisher ngga akan bikin pak joko takut.
kalau saya baca dari style menulisnya, pak joko itu sudah kritis by default :)
Abdul Hakim:
BalasHapusSampai saat ini belum. Mudah-mudahan tidak sampai terjadi, Mas. :)
Ya, kalau tidak didukung dengan bukti-bukti kuat jangan, Mas Hakim. Resikonya besar jika mereka ngelak dan nuntut balik.
tomi:
Saya juga ikut aturan main, Mas Tomi. Cuma masalah mengkritik itu memang tak ada di aturannya di IBN. Tak ada TOS yang menyebutkan kalau publisher tak boleh mengkritik advertisernya, kan. Betul?
DewiFatma:
Begitulah, Mbak. Serba salah, kan? Saya bagai makan buah simalakama aja. Terus terang saya tak bisa tinggal diam aja kalau advertiser ternyata mengecewakan konsumen. Sebagai pengiklan saya punya tanggung jawab moral melakukan complain meski ini beresiko.
Rifqi Sultoni:
Mudah-mudahan selamanya terus aman, Mas Toni. Asal terus jangan jalan yang dipilih memang jalan aman. Karena kalau begitu seterusnya akan terus aman. Dijamin. :D
giewahyudi:
Sekarang kalau yang halus-halus pakai sindiran sudah tak mempan lagi Mas Gie. Lha, wong yang kritik terang-terangan aja diabaikan, gak direken blas. Nunggu berkali-kali baru ditanggapi. :D
adetruna:
Berarti kebalikan dari saya Mas Ade. Kalau saya jika banyak hal yang bertentangan dengan nurani saya kalau saya hanya diam saja tak mengkritik justru tak happiness. Karena beberapa kali faktanya memang ada dan disodorkan di depan saya. Kecuali kalau saya tak tahu dan bisa pura-pura atau sengaja tak tahu enak.
Sukadi:
Jujur saya pun kadang ya ketar-ketir juga, Mas. Takut dituntut balik karena dianggap mencemarkan nama baik. Tapi kembali lagi ke niat. Dari awal tujuan saya mengkritik adalah membangun (konstruktif). Tak ada maksud menjelek-jelekkan tapi berdasarkan fakta yang ada, yang saya alami sendiri. Dan saya juga telah fair memberi hak jawab ke mereka setelah saya kritik. Artinya, bukankah itu sudah adil buat mereka.
jarwadi:
Semoga saja tidak sampai dibanned, Mas. Tapi ya ndak tahu lagi kalau setelah ini advertisernya tak mau beri job ke saya lagi.
Berarti kayaknya style saya ini, yang suka ngritik sudah bawaan dari orok, ya Mas? He...He...
bagus pak..
BalasHapusini baru blogger berfungsi ..
bkan blogger yang nulis trus masa bodoh.apa artikelnya bermanfaat atau tidak . .
lanjut pak ..
kalo emang bapak sanggup..saaya rasa tak masalah
kalo saya,minta maap ..
uda tak sanggup,cos uda pernah sih masuk jurang gara2 blog haha. .
ampun,ntar kalo saya sudah berubah,mungkin berbeda lagi ..
:menyusun kekuatan dlu pak .. upp upp upp
saya ada tulisan yang meneruskan salah seorang blogger temen saya tentang satanisme. Dan ternyata memancing seorang komentator untuk ngatain saya ... maaf ... "mbacot".
BalasHapusMenurut Islam, muslim seharusnya melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Mengajak kebaikan, melawan kemungkaran. Resiko memang besar, walau kadang disudutkan, tapi Insya Allah akan selalu ada jalan keluar.
Seseorang yang berniat menegakkan kebenaran sesuai yang diyakini, tidak takut dengan penjara. Misalnya ketua FPI, Habib Rizieq.
Mengatakan lebih halus akan lebih baik. Konfirmasi dari dua belah pihak. Tapi sering konfirmasi itu berbelit-belit, jadi kita keluarkan kritik kita.
Biasalah Pak Joko... urusan korupsi juga berbelit-belit, apalagi kalo sudah menyinggung nama orang yang berpengaruh di negeri ini.
Maaf, komentar panjaaang... semoga kita semua selalu dilindungi Allah bila mengatakan kebenaran...
menjadi orang baik selalu ada resikonya pak...
BalasHapus#Sing a song, "Heros rise, heros fall, rise again...."
Itulah mengapa saya tidak jadi publisher :)
BalasHapusHehehe. Sedikit banyak ini juga mungkin menyindir saya, soalnya saya memang pernah mengeluhkan tentang layanan Telkomsel di beberapa postingan Pak Joko. Namun ternyata hal itu tidak saya tulis dalam postingan tersendiri di blog saya.
BalasHapusTapi masalah yang sebenarnya, saya menganggap apa yang saya keluhkan itu hanya kejadian yang bersifat temporer dan itu pun waktunya sudah agak lama, sehingga saya kurang mood lagi untuk membahasnya atau menuliskannya berupa postingan. Ketika itu masih hangat saya alami, entah kenapa sama sekali tidak terpikir untuk menuliskannya di blog. Bukan karena takut akan beberapa resiko di atas sih. Tapi memang karena saya benar-benar tidak terpikir.
Penyebab lain, sudah pernah saya utarakan pada salah satu postingan Pak Joko bahwa saya tidak/belum punya cukup bukti untuk bisa menguatkan kritikan saya.
Sebenarnya bisa saja saya tulis (dengan hanya berupa keluhan tanpa bukti yang kuat atau mendukung). Namun saya sudah malas jika menulis dengan hanya berdasarkan begitu.
Namun sebenarnya ada satu hal baru yang mengganjal dan saya keluhkan akhir-akhir ini. Masalahnya, itu bukan hanya terjadi pada satu operator selular, tapi juga pada operator lainnya. Sepertinya saya harus mengumpulkan bukti dulu.
hemmmm apa ya?
BalasHapusEhehe
Semangkaaaa
Semangat kakak
Memang kalo menjadi Blogger Figure spt mas Joko resikonya spt itu, Namun tolak ukurnya bukan aman atau tidak aman tetapi dengan kritik dapat Menjadikan Lebih Baik dari sebelumnya, :D
BalasHapusUntuk poin ke 2 dan ke 3 apa njenengan di blacklist juga oleh ibn? saya tetep paling taku point ke-4. Memang resiko mengkritik itu bisa jadi nanti blog kita banyak pembaca ketika kritik kita sangat pas dan bagus pada kenyataanya. Tapi, toh yang paling serem klo itu sudah di anggap pelanggaran undang-undang.
BalasHapusMenurut saya blogger Indonesia masih lebih beruntung ketimbang blogger di malaysia. mungkin ini ada posting yang menarik pak http://hermansaksono.com/2011/04/kemerdekaan-berekspresi-di-asean.html
ada-akbar.com:
BalasHapusWah, gitu, ya yang tua suruh maju tapi yang muda di belakang aja. He...He....Wah, pernah sampai kejeblos, Mas? Semoga ndak kapok dan suatu saat tetap kembali jadi kritis.
Ami:
Semoga apa yang saya lakukan (mengkritik) ini semata-mata karena memperjuangkan kebenaran, Mbak Ami. Karena terus terang saya memang tidak bisa tinggal diam, pura-pura tak tahu setiap kali harus melihat hal-hal yang timpang dan merugikan kita sebagai konsumen. Terima kasih, Mbak. :)
Sriyono Semarang:
Resikonya bisa terjatuh, ya Mas. Semoga meski suatu saat saya harus jatuh tapi tetap bisa bangkit lagi, Mas.
Cahya:
Berarti itu salah satu alasan Mas Cahya juga kenapa tak mau jadi publisher? Good. Lanjutkan!
iskandaria:
He...He...He... Maaf, Mas Is kalau posting saya ini menyindir. Dan terima kasih tidak membuat marah Mas Is tapi malah masih bisa tersenyum.
Ya, sejujurnya artikel ini selain diilhami Mas Is juga ada beberapa blogger lain yang memberikan letikan ide ke saya sehingga saya sampai menulis ini. Terus terang saya heran kenapa begitu banyak hal yang tidak beres yang sering saya alami, yang memancing saya untuk mengkritik, sementara kalau blogger lain, kok tidak pernah (jarang) saya temui padahal saya sering dengar sendiri sebagian dari mereka ada yang berkeluh-kesah juga di social media. Saya sempat berpikir: Jangan-jangan saya aja yang terlalu sensi atau memang blogger lain yang sengaja cari aman menghindari konflik sehingga tak mau mengkritik meski pernah dikecewakan.
Jadi artikel ini saya tulis buat memancing teman-teman publisher lain agar memberi jawaban disini kalau memang opini saya ini tak benar saya siap untuk disanggah. Dan hasilnya memang rata-rata sepertinya membenarkan opini saya di artikel ini.
Tentang masalah bukti yang kita perlukan dalam mengkritik, saya sepakat Mas Is, ini sangat penting. Karena kalau sampai pihak yang kita kritik mengelak dan sampai nuntut balik, itu bisa berbahaya jika kita tak punya bukti-bukti.
Saya ingat kata-kata Pak Imam Brotoseno jika kita mengkritik harus berdasar pengalaman sendiri dan ada buktinya. Jangan pernah mengkritik tapi hanya bedasarkan katanya karena jika sampai dituntut balik kita pasti kalah karena tak punya bukti kuat.
honeylizious:
BalasHapusSemangat apa, nih? Semangat buat terus mengkritik? :D
Lintang H:
Wah, yang sedang sakit sampai bela-belain datang dan meninggalkan komentar demi saya. Terima kasih, Mas Lintang. Semoga lekas sembuh dan kembali ke blogosphere.
Betul, tujuan saya mengkritik jika mereka (pihak yang saya kritik) mau memandang dari sisi positifnya adalah untuk itu, agar menjadi lebih baik, bukan untuk menjelek-jelekkan apalagi buat menjatuhkan.
sibair:
Kalau yang point 2 saya belum tahu, Mas. Tapi jika nanti saya sudah tidak terima job review lagi dari IBN maka bisa jadi iya. Saya diblacklist. Untuk point 3 belum.
Itu sudah resiko pengkritik, Mas. Makanya sejauh ini saya berusaha membeberkan kritik sesuai fakta dan harus ada data atau bukti2nya agar tidak dianggap mencemarkan nama baik dan melanggar UU.
Terima kasih tambahan linknya, Mas. Saya akan lihat kesana.
Saya hanya ingin menaggapi poin kedua bro karena saya pernah mengkritik salah satu advertiser di blog saya. Apakah ini penyebabnya sehingga saya ngga diterima juga di IBN?
BalasHapusJika itu benar seharusnya ada komfirmasi dari pihak IBN kenapa blog saya hingga kini tidak di terima..
bro eser:
BalasHapusSaya tahu advertisernya yang pernah dikritik Bro Eser itu. Kalau kejadian kritiknya itu sebelum daftar mestinya tak ada pengaruhnya. Karena saat menerima pendaftaran anggota baru itu murni dari pihak IBN yang mengapprove. Baru setelah itu kalau mau ada pembagian review yang akan dibagi-bagi ke publisher pihak advertiser ikut menentukan mana-mana blog yang akan dipilih mendapatkan jobnya.
Kalau belum approve bisa pakai rekomendasi dari saya, Bro. Pakai email saya ini sebagai Reco-nya: admin[at]diptara[dot]com.
Pak joko,
BalasHapusSaya juga asalnya kritis by default. Saya dulu paling sering mengkritik, namun bukan advertiser (karena waktu itu belum jadi publisher), yang saya kritik biasanya para blogger. Bahkan saya memasukannnya ke dalam kategori tersendiri, kategori "kritik blogger"
Mengenai kritik kepada advertiser, saya belum pernah melakukannya, karena memang momen yang tidak tepat, seperti:
1). Saya belum pernah menggunakan produknya,
2). Hanya isu tanpa bukti dari cerita teman.
3). Saya tidak menganggap penting kecurangan yang dilakukan oleh advertiser tsb, karena saat itu bagi saya bisa diakalin dg cara lain.
4). Saya lebih kritis yang menyangkut ke pribadi saya, dengan kata lain saya agak egois hehehee..
Begitulah pak, saya belum pernah mengkritik advertiser seperti yang pak joko lakukan. Menurut hemat saya, langkah yang pak joko ambil sangat sangat bagus. Lanjutkan!!! Dan bukan tidak mungkin, bila saatnya tepat, saya mungkin akan menjadi seorang kritisi yang jauh lebih kejam ketimbang yang pak joko lakukan :)
OOT:
BalasHapusBlog ini masih memasang script tracker dari mybloglog.com ya pak? Bukankah layanan itu sudah bubar? Mending dilepas saja pak, daripada bikin berat blog ini. Saran aja pak :)
rismaka:
BalasHapusBerarti kita sama-sama kritis by default, ya? Iya, waktu awal-awal saya mengenal blog rismaka net saya sempat berpikiran begitu. Ini orang kelihatannya kejam sekali. Kata-katanya lugas dalam mengkritik di blog apalagi ditambah avatarnya yang mirip pangeran kegelapan jadi tambah terlihat makin seram dan sadis. Ha....Ha....Ha....
Mari kita sama-sama bertindak kejam buat mengkritisi apapun yang tidak bener yang ada di muka bumi ini. Lanjutkan!
Terima kasih infonya, Mas Adi. Saya tadi langsung cari scriptnya dan delete.
Kritis by default, saya suka istilah ini. Memang kalau sudah by default, mau diapa-apain juga tetap kritis, namanya juga by default.
BalasHapusMengenai kemungkinan pemecatan sebagai publisher, sepertinya sungguh keterlaluan kalau hal itu sampai terjadi. Justru publisher yang berani kritis terhadap produk yang pernah direview-nya menunjukkan kalau blogger bersangkutan memiliki integritas. Di belantara blogosphere sekarang, mencari blog yang ramai itu tidak sulit. Yang sulit adalah mencari blog yang ramai namun tetap menjunjung tinggi integritas.
Kalau saya sendiri sih lebih condong menilai blogger yang kritis dan berintegritas seperti itu lebih dapat dipercaya kalau ngiklan. Dalam konteks iklan di blog, kita seringkali menilai siapa yang mengiklankan sebelum melihat apa yang diiklankannya. Karenanya, memecat seorang publihser hanya karena dia kritis adalah sebuah kebodohan sekaligus kerugian.
semangka buat kawin yang keduaaaaa........ ahahahahaha....
BalasHapusada hadiah menanti....
Hoeda Manis:
BalasHapusKritis by default? Saya ndak tahu persis apa saya termasuk yang seperti ini. He2... Tapi memang rasanya tangan saya selalu gatal pingin nulis kritik, Mas setiap kali menjumpai apapun yang tidak beres ada di depan saya. Orang lain mungkin bisa hanya diam, pura-pura tak tahu bahkan masa bodoh namun saya tidak.
Tentang masalah menilai iklan dari siapanya dulu yang mengiklan sebelum melihat apa yang diiklankan, dalam teknik Social Engineering Marketing seorang blogger punya potensi seperti itu. Suaranya didengar dan dipercaya oleh orang lain (pembaca) apapun perkataannya. Apapun yang dikatakannya cenderung dipercaya oleh pembacanya. Tapi, ya itu semua tergantung reputasi bloggernya sendiri seperti apa. Sudah teruji punya intregritas (jujur) apa tidak.
Jika saya memposisikan sebagai pembaca maka sama, saya sangat setuju dengan Mas Hoeda. Saat saya sudah trust dengan orang (blogger) karena reputasinya yang terkenal bagus, tanpa bermaksud melebih-lebihkannya, bagi saya ucapan dia sudah mirip sabda Nabi yang wajib dipercayai dan diikuti.
honeylizious:
Kalau cuma hadiah semangka, ogah, ah. :D
kejujuran dan kebenaran itu memang mahal harganya ya? dan saya setuju tuh ma mas Hoeda Manis, integritas memang sangat jarang, padahal penting. Pastinya kita lebih percaya tulisan maupun iklan dari orang yang bisa dipercaya.
BalasHapuswah... ngeri juga yach.....
BalasHapusmain aman aja deh...
Lebih ngeri sama yang terakhir sebenernya mas. UU ITE serba ga jelas. Itu kasusnya Prita aja diubek-ubek lagi.
BalasHapussaya juga takut untuk mengeritik, fatal juga akibatnya.
BalasHapusyang paling ditakuti adalah kehilangan popularitas mas.
gini ini mas..
BalasHapusmau kritik mengkritik....
jebulannya qo menakutkan bgni....
bikin ragu para pemula ni mas....
apalagi dengan UU yang menurut saya
kurang jelas.... :(
Huda Tula:
BalasHapusSetuju, Mas Huda. Saya pun pasti begitu. Hanya percaya kepada orang yang bisa dipercaya saja. Jika tidak, ya saya mesti kompilasi dengan beberapa sumber informasi yang lain baru percaya.
Sterling Silver Jewelry:
Ya, memang ngeri. Makanya banyak yang milih jalan aman seperti Anda.
arief maulana:
Kasus Prita yang diungkit-ungkit lagi putusannya oleh MA sempat menuai debat sengit di milis saya, Mas.
Blogger Gila:
Kalau takut pilih aja jalur yang aman, Mas. Eh, kalau masalah popularitas bukan malah sebaliknya? Justru yang suka kotroversi ngritik2 itu biasanya malah lebih populer.
azwar:
Kalau ragu silahkan pilih jalur yang aman, Mas. Nah, kalau saya sudah kadung nyemplung jadi saya tak takut dengan UU itu. Hanya lebih berhati-hati saja saya sekarang kalau mau mengkritik.
Mengkritik itu kan sah sah aja. Masa sih iklan yang kita pajang ternyata membohongi, padahal readers lebih percaya dengan blogger. Dengan mengkritik, resiko pasti menanti.Ngga mau kehilngan, ya jangan mengkritik :D
BalasHapusKaget:
BalasHapusDan saya lebih memilih mengambil resiko itu, Mengkritik, Mas daripada saya kehilangan kepercayaan pembaca. Saya tak mau dianggap pembohong demi rupiah yang diberikan oleh advertiser. :-)
Jadi inget kasusnya yang kritik rumah sakit tea yah, sampai sekarang kok masih berlanjut ckckck kasian banget
BalasHapuswah..wah,, sebelumnya salut buat mas joko..saya baca tulisannya dari atas sampe semua komen2nya.. jadi bikin saya untuk ikut nimbrung(kritis by default juga bukan yah??hehe..)
BalasHapusdari situasi & kondisinya, sepertinya saya akan melakukan hal sama dengan mas joko jika saya di posisi tersebut. mengedapankan tanggung jawab moral juga perlu selain tanggung jawab kerja. apalagi di bidang pengiklanan. sukses terus mas.. kami mendukungmu.. ^_^ katakan benar jika benar.
hati2 sama org yg kritis by costumize :)
salam kritis..
wah ngeri juga .
BalasHapussemuanya juga harus ada tata caranya,
gak asal aja
artikel pak joko banyak manfaatnya lho. kalo sampai terjadi sesuatu, pasti para blogger akan membela pak joko.
BalasHapusSetiap orang pandai menilai orang lain daripada menilai dirinya sendiri. Orang klo dikritik biasanya marah dan gk mau terima, karena menganggap dirinya sdh benar.
BalasHapus