Minggu kemarin saya baru saja mengikuti sebuah seminar motivasi saat Rakernas di Tangerang yang diadakan oleh kantor saya. Satu pernyataan yang saya ingat dan selalu terngiang di telinga saya adalah saat speakernya menyodorkan sebuah fakta menarik. Yaitu sebuah analogi menarik yang membandingkan antara bayi manusia dengan bayi binatang.
Apa perbandingannya? Bayi binatang begitu lahir secara naluri langsung bisa survive, bertahan hidup. Sementara bayi manusia tidak. Bayi manusia pasti akan mati kalau lahir dibiarkan begitu saja tanpa ada yang menolongnya. Betul? Contoh, coba Anda bandingkan anak ayam yang begitu menetas lahir langsung bisa jalan sendiri mengikuti induknya dan bisa mulai belajar cari makan sendiri. Manusia? Boro-boro mencari makan sendiri, jalan sendiri saja tak mampu. Makan pun butuh disuapi baru bisa makan dan bertahan hidup.
Ya, manusia memang mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna melebihi mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Semua tidak bisa menyangkal fakta ini. Namun fakta yang saya sampaikan di atas akan menjadi berbeda 180 derajat keadaannya kalau manusianya adalah bayi manusia yang baru lahir. Manusia justru mahluk paling lemah tak berdaya yang butuh bantuan pertolongan manusia lainnya untuk bisa bertahan hidup dibandingkan dengan mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya.
Jadi, tidak salah kalau saya menyimpulkan bahwa sejak lahir manusia memang dikondisikan atau ditakdirkan untuk dilayani, bukan untuk melayani. Secara kodrat semua manusia begitu. Meminta atau menuntut untuk dilayani secara terus menerus sepanjang hidupnya dari sejak dia lahir sampai tumbuh dewasa bahkan sampai mati.
Pertanyaan saya kepada Anda apakah Anda sudah menyadarinya kalau semua orang maunya dilayani dan tak mau berbuat sebaliknya. Yaitu tidak mau dengan suka cita melayani orang lain meskipun dia tahu kalau dilayani itu enak dan amat menyenangkan.
Sampai di sini saya akan garis bawahi. Bukankah itu bentuk sebuah peluang betapa begitu banyak orang yang butuh dilayani orang lain. Betapa begitu banyak orang yang butuh untuk disenangkan, butuh diperhatikan dan butuh dipenuhi kebutuhannya? Sementara orang yang mau melayani orang lain ironinya justru tak banyak, hanya sedikit sekali dibandingkan dengan jumlah populasi manusia kebanyakan. Sekali lagi, bukankah ini sebuah bentuk peluang usaha?
Saat ini banyak perusahaan jasa jor-joran untuk memberikan pelayanan terbaiknya. Produk mungkin boleh sama tapi tidak dengan pelayanannya. Dan pelanggan sekarang makin pintar mencari perusahaan yang pelayanan paling baik. Contoh, orang boleh saja naik dalam pesawat yang sama tapi ada orang yang rela merogoh koceknya lebih untuk beli tiket dengan harga lebih mahal dari penumpang lainnya di kabin eksekutif. Semua itu dilakukan demi mendambakan sebuah pelayanan yang berbeda, lebih baik dari penumpang di kabin ekonomi yang hanya mendapat pelayanan standar. Kalau saya suka menyebut tipe-tipe orang semacam ini sebagai ciri pelanggan premium. Karena mereka rela mengeluarkan duit lebih demi membeli sebuah kenyamanan.
Nah, bagaimana kalau sekarang hal tersebut, masalah melayani, saya kaitkan dalam kegiatan usaha (berbisnis). Bukankah itu sebuah peluang yang bisa Anda garap? Bukankah begitu banyak bidang pekerjaan (jasa) yang bisa Anda garap dengan memanfaatkan sifat kelemahan dasar manusia yang satu itu, yang selalu ingin dilayani orang lain? Dari kaca mata berbisnis, ini yang sering saya alami, seringkali peluang bisnis saya dapatkan dari hal sederhana seperti itu. Ada orang punya uang banyak bisa membeli barang apa saja dari luar negeri yang mahal-mahal harganya namun dia tidak tahu caranya membeli, atau tidak mau repot dengan melakukannya sendiri, maka jadi lah saya akhirnya menawarkan diri jadi pelayan mereka, buka Jasa Internet Buying Agen melayani kebutuhan mereka.
Apa yang saya paparkan di atas hanya sekedar contoh saja bahwa betapa begitu banyak lahan bisnis yang bisa Anda garap, yang masih terbuka peluangnya. Jika Anda serius ingin berbisnis coba cari apa yang orang lain (pasar) butuhkan sementara Anda bisa memberikannya. Karena bisnis itu umumnya terjadi dari hal yang cukup sederhana seperti itu. Tidak terjadi dari hal-hal yang rumit. Silahkan baca tulisan saya sebelumnya “3 Hambatan Terbesar Untuk Memulai Berbisnis Online”. Di tulisan ini saya pernah singgung bahwa bisnis itu terjadi kalau ada pasar yang mencari dan membutuhkan nichenya (ceruk market) sementara Anda bisa menyediakannya. Dan hal yang termudah dalam berbisnis adalah menjual barang atau bidang jasa yang menjadi kegemaran atau kesukaan Anda.
Gimana, masih tetap tidak mau berbisnis? Oke, selamat mencari peluang bisnis.
Sumber Foto: Service
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
manusia kan makhluk sosial,ya,semuanya ingin dilayani,tanpa ingin melakukan hal sebaliknya melayani
BalasHapusheheh ujung-ujungnya ke bisnis :D
Setuju Pak, apalagi yang melayani cuantik :D
BalasHapusDemi sebuah pelayanan ini Pak.. mendorong kita untuk lebih giat lagi bekerja atau usaha.. Bukankah sebuah pelayanan konsekuensinya juga adalah uang.. Dalam berbisnis kita harus bersikap servant, atau melayani agar konsumen kita puas tentunya, sehingga diharapkan mereka menjadi pelanggan yang setia.
Kalau "minta dilayani" kayaknya tiap manusia punya sifat itu dan saya yakin ngerti itu.
BalasHapusMasalahnya adalah setiap manusia juga punya sesuatu yg namanya "malas".
Beda sekali dengan kuda delman, secapek apapun dia nggak akan males kalu disuruh jalan. Nggak ada kuda delman yg ngulur waktu dengan janji "nanti-nanti"
inspiring sekali pak Joko.
BalasHapussekaligus bisa ditafsirkan:
manusia itu harus bisa menghargai arti sebuah pelayanan. dia bisa hidup di dunia karena buah dari pelayanan orang lain
lain binatang yang tidak terlalu perlu dilayani dan tidak punya tanggung jawab moral peri kebinatangan, hee
Obat Tradisional Lupus:
BalasHapusLha ujungnya ini yang penting. He2... Karena banyak orang kepingin berbisnis tapi tak tahu mau bisnis apa dan mulai dari mana. Betul?
tonykoes:
Benar, Mas loyalitas pelanggan akan terbentuk dari service yang excellent. Kalau pelayanan mengecewakan (buruk) pelanggan pasti lari nyari ke kompetitor.
marsudiyanto:
Sikap malas ini yang membuat orang lebih suka dilayani daripada melayani. Betul, Pak Mars. Tapi bagi saya ini di sisi lain adalah sebuah peluang buat si rajin. Karena banyak orang berduit tapi malas, tak mau mengerjakan sendiri dan lebih senang apa-apa dilayani oleh orang lain. Bukankah ini sebauah peluang usaha bagi yang tidak malas? :)
jarwadi:
Iya, Mas. Semoga semua sadar bahwa kita manusia seperti itu. Kita tak mungkin hidup kalau tidak ada manusia lain yang mengasuh kita waktu masih bayi. Nah, setelah dewasa tentunya ada timbal baliknya, kita jangan hanya maunya dilayani terus tapi juga harus mandiri dan mau juga melayani orang lain.
Kenyataan memang sebuah pelayanan mampu menghasilkan uang sebagai upahnya, sama seperti yang saya lakukan saat ini yaitu melayani passion of mode buat yang selalu ingin tampil beda, karena hasilnya bisa mencukupi dan bahkan sudah diatas salary dari kantoran akhirnya banting setir full di online shop bisa sekalian mengawasi dan pengurus sendiri bayi2 manusia yang alhamdulillah sekarang sudah pada gede, walaupun baru duduk di sekolah dasar.
BalasHapusWacana yang sangat menginspirasi pak Joko.
BalasHapusKebutuhan untuk dilayani sepertinya bisa juga masuk dalam kebutuhan pokok setiap manusia, ya tentu saja tergantung dari latar belakangnya. Ada yg cukup puas dgn pelayanan seadanya, dan ada pula yang rela mengeluarkan lebih untuk pelayanan lebih pula.
Dan kaitannya dgn dunia bisnis (penjualan), saya setuju sekali. Ini ceruk yang paling menjanjikan untuk digarap. Sederhana saja, kalau membeli sesuatu ke warung, saya lebih memilih warung di seberang jalan karena pelayanannya ramah ketimbang warung sebelah rumah yang pelayannya cemberut terus :D
banyak yang mau dilayani, banyak yang nganggur, klo kita bisa managemen, kita bisa buat usaha yang bisa buat yang nganggur nganggur itu melayani oarang lain yang ingin dilayani,
BalasHapuskita terima shu nya saja pak... :D
muehehehehehe
BalasHapuslangsung kena Mas.
BalasHapusBerfikir bahwa sedari kecil hingga dewasa manusia tetap minta dilayani. Oleh karena itu pembantu permintaan semakin banyak. Begitu juga jasa2 yang menawarkan kemudahan dalam transaksi, intinya manusia tetap ingin dimanjakan
Shafira:
BalasHapusWah, bagus sekali, Mbak kalau penghasilan online sudah bisa melebihi penghasilan offline dan bonusnya tentu bisa lebih sering sama keluarga dan nemenin anak-anak. Ini yang dicari.
Darin:
Contoh pelayanan di warung itu yang sering kita temui di kehidupan sehari-hari, Mas. Betul, saya pun malas juga kalau menemui pelayanan yang buruk seperti itu.
Sriyono Semarang:
He....He... Harusnya orang tak perlu nganggur lagi kalau tahu betapa banyak orang yang butuh untuk dilayani. Nah, saya usul Mas Sriyono yang bikin managementnya. Setuju?
Rohani Syawaliah:
Lha, kok malah ketawa.
Kaget:
Semakin mapan dan banyak duitnya orang cenderung ingin dimanjakan dan selalu minta dilayani terus, Mas. Itu faktanya.
sudah berbisnis pak, dan saya disektor jasa. hehe. emang menguntungkan walau belum bisa mengalahkan keuntungan bisnis jual beli barang.
BalasHapusHanif:
BalasHapusBagus, Mas kalau sudah berbisnis. Sektor jasa itu justru tantangannya lebih besar.
ah dua-duanya kalau menurut sya,manusia di cioptakan untuk melayani dan di layani
BalasHapussalam kenal gan untuk melayani donk manusia itu
BalasHapuskunjungan perdana sekalian baca artikel yg satu ini bang... salam kenal bang
BalasHapusMenurut saya itu juga tak lain karena kodrat kita sebagai makhluk sosial.
BalasHapusNice share Pak